Muhammadiyah itu NU Benarkah?, sebuah pernyataan yang baru-baru ini mencuat
ke permukaan di media. Benarkah seperti itu?. PErlu diketahuai bersama bahwa sebuah penerbit menerbitkan buku pastilah mempunyai tujaun-tujuan tertentu. Diantara tujuan -tujuan yang sangat mencolok adalah tujuan komersial. Judul buku ini sangatlah kontroversial dan mempunyai daya jual tinggi sebagai upaya mendongkrak penjualan buku di pasaran, jadi hal semacam ini bukan hal yang aneh lagi. Mari kita simak bersama-sama.
Di Negara
Indonesia ini ada dua organisasi besar yang banyak diikuti oleh kabanyakan
masyakarakat Indonesia. Yaitu Muhammadiyah dan NU (Nahdhatul Ulama). Dilihat
dari asal muasal dan akar sejarahnya, kedua oraganisasi ini didirikan oleh dua
orang tokoh di Jawa yang sama-sama pernah menempuh pendidikan di Makkah
al-Mukarramah. Mereka adalah KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asy’ari. Beliau
berdua adalah dua tokoh yang alim dan mempunyai kapasitas keilmuan yang cakap.
Mereka berguru dan belajar di Makkah kepada syaikh-syaikh di Makkah untuk
memperdalam ilmu agama islam.
Konon, ceritanya
sebelum pulang ke Indonesia (dulu Nusantara), mereka berdua bersepakat untuk
mengembangkan dakwah islam di seluruh Nusantara. Keduanya mempunyai cara
sendiri-sendiri dalam berdakwah. KH. Ahmad Dahlan yang notabene tinggal di
masyarakat dekat dengan keraton Yogyakarta dan lebih elit (baca: cenderung ke
perkotaan) melebarkan dakwah islam kepada para pedagang dan para elit keraton
serta masyarakat sekitar denga mengajarkan ilmu agama kepada mereka. Sedangkan
KH. Hasyim Asy’ari karena beliau berada di masyarakat pedesaan yang masih
kental maka beliau memfokuskan dakwahnya pada pengajaran masyarakat desa.
Jika dilihat
dari segi dakwah keduanya, pola dakwah KH. Ahmad Dahlan cenderung ke arah
pergerakan dan pembaharuan serta kemurnian akidah, sedangkan KH. Hasyim Asy’ari
lebih ke arah ta’lim atau pengajaran ilmu fikih. Namun keduanya sama-sama
berdakwah dengan semangat islam. Kecenderungan KH. Ahmad Dahlan kepada
pergerakan bukan berarti beliau tidak tidak mengajarkan pengajaran ilmu agama
dan ta’lim. Tetapi kecenderungan besar beliau lebih ke arah progres ke
depan dan pembaharuan atau tajdid.
Sedangkan kecenderungan KH. Hasyim Asy’ari kepada ta’lim, bukan berarti beliau
tidak berdakwah dengan pergerakan, namun memang kecenderungannya lebih besar ke
arah ta’lim.
Muhammadiyah VS NU
![]() |
Muhammadiyah VS NU |
Lalu yang
menjadi pertanyaan yang akhir-akhir ini mencuat kabar dan issu bahwa benarkah
Muhammadiyah itu NU? Sebenarnya sudah jelas jika dilihat dari asal usul dan
akar sejarah adanya dua oraganisasi besar di Nusantara ini. Sebagaimana
dijelaskan di atas bahwa Muhammadiyah adalah organisasi Islam pertama yang ada
di Nusantara. Muhammadiyah berdiri di Yogyakarta sekitar tahun 1912 M jauh
sebelum Negara Indonesia merdeka. Sedangkan NU berdiri setelah itu yakni tahun 1926 M/16 Rajab 1344 H. Bagaimana mungkin organisisi yang lebih dahulu berdiri disebut sebagai
bagian dari organisasi yang belum didirikan? Kalau difikir secara logika tidak
akan ketemu. Secara logika yang benar justru sebaliknya, yang berdiri sekarang
justru bisa saja dimungkinkan bagian dari yang dahulu bukan sebaliknya.
Dilihat dari
segi Manhajnya, kedua organisasi ini meskipun terlihat sama, tapi berbeda.
Muhammadiyah jelas berasaskan Al-Qur’an dan As-Sunnah dalam berfaham agama dan berijtihad. Yakni dengan
berdasarkan keduanya dengan tanpa mengesampingkan pendapat para ulama-ulama
dari kelangan sahabat dan setelahnya. Muhammadiyah menyatakan dengan jelas
tidak bermazhab dalam faham agamanya. Tetapi tidak pula mengesampingkan
pendapat-pendapat mazhab apabila dinilai tidak bertentangan dengan al-Quran dan
as-Sunnah al-Makbulah. Sedangkan NU sebagai organisasi islam di Indonesia menyatakan
bahwa mereka berfaham mazhab syafi’iyyah. Yakni mengikuti mazhab imam Syafi’i.
Dalam berijtihad mereka berlandaskan al-Quran dan as-Sunnah sebagaimana
difahami oleh mazhab syafi’iyah. Sejauh ini telah jelas bahwa Muhammadiyah
mempunyai manhaj sendiri dalam faham keagamaan dan cara istinbatnya, yakni
dengan berlandaskan al-Quran dan As-Sunnah al-Makbulah. Muhammadiyah juga tidak
bermazhab sebagaimana NU yang menyatakan diri sebagai bagian dari Mazhab Syafi’iyah.
Dengan demikian telah jelas bahwa Muhammadiyah tidak sama dengan NU. Dengan
kata lain Muhammadiyah bukan NU, dan Muhammadiyah tidak mengikuti NU dalam
Manhaj atau apapun.
Dilihat dari
pandangan-pandangan kedua organisasi islam ini mengenai sikapnya terhadap
kondisi dan peran dalam perpolitikan yang sedang hangat-hangatnya di Indonesia
pada tahun 2014 ini. Muhammadiyah dan NU sama-sama bersikap netral. Keduanya
membuat pernyataan demikian. Muhammadiyah telah jelas pada tanwir di Samarinda
pada tanggal 25-27 Mei 2014 kemarin menyatakan tidak bersinergi atau mendukung
kedua belah Capres dan Cawapres tertentu. Sedangkan saat itu NU belum
menyatakan sikapnya. Setelah beberapa waktu pernyataan Muhammadiyah, baru NU
menyatakan netral dalam pilpres mendatang. Namun apabila di lihat secara
seksama dan megikuti informasi yang ada, ternyata sikap NU tersebut tidak serta
merta mewakili NU, bahkan para Kiyai dan Petinggi-petinggi NU menyatakan
mendukung salah satu Capres pada pilpres 2014 mendatang. Kembali pada topik
awal kita, jadi bisa dikatakan bahwa Muhammadiah lebih duluan menyatakan
sikapnya. Tidak hanya dalam sikap perpolitikan, tetapi juga dalam hal lain.
Dengan demikian tidak bisa dikatakan Muhammadiyah mengikuti NU, atau
Muhammadiayh itu NU.
Jika mereka yang
mengatakan bahwa Muhammadiyah itu NU karena dulu fikih yang di hasilkan oleh
Muhammadiyah mirip NU itu, hal itu bukanlah hal yang dapat membenarkan
pernyataan bahwa Muhammadiyah itu NU. Pada awalanya fikih Muhammadiyah memang
mirip dengan fikih mazhab pada umumnya, namun bukan berarti itu mengikuti NU.
Fikih Muhammadiyah diambil dengan istinbat Majlis Tarjih Muhammadiyah yang
berdasarkan asas al-Quran dan as-Sunnah.
Terima Kasih.
Semoga bermanfaat. Langkah Berdebu.
No Comment to " Muhammadiyah itu NU, Benarkah? "