10 Hari Pertama di Bulan Dzulhijjah |
Sebuah karunia
Allah SWT yang sangat besar, disediakan untuk hamba-hamba-Nya yang beriman,
musim-musim untuk memperbanyak amal shaleh. Dengan hikmah-Nya Allah melebihkan
zaman atau waktu tertentu untuk beramal shalih. Beberapa amalan di dalamnya
dilipatkan. Diantara musim-musim tersebut adalah sepuluh hari (pertama) bulan
Dzulhijjah yang keutamaannya dinyatakan dalam dalil-dalil dari al Qur’an dan
Sunnah:
1. Firman Allah
Subhaanahu Wa Ta’aalaa:
وَالْفَجْر وَلَيَالٍ
عَشْر الفجر
“Demi fajar dan malam yang sepuluh” (QS. Al Fajr[89]:1-2)
Kebanyakan ahli
tafsir (diantaranya Ibnu Abbas, Abdullah bin az Zubair dan Mujahid) menafsirkan
bahwa makna “Malam yang sepuluh” adalah sepuluh hari pertama bulan
Dzulhijjah. Sumpah Allah Subhaanahu Wa Ta’aalaa atas waktu tersebut menunjukkan
keagungan dan keutamaannnya. (Lihat Tafsir Ibnu Katsir 4/535 dan Zaadul Maad 1/56).
Imam Ibnu
Katsir Rahimahullah menjelaskan maknanya:
والليالي العشر: المراد بها
عشر ذي الحجة. كما قاله ابن عباس، وابن الزبير، ومجاهد، وغير واحد من السلف والخلف
(Dan demi malam yang sepuluh):
maksudnya adalah sepuluh hari (pertama) pada Dzulhijjah. Sebagaimana
dikatakan Ibnu Abbas, Ibnu Az Zubair, Mujahid dan beberapa ulama lain
dari kalangan salaf dan khalaf. (Tafsir
Al Quran Al ‘Azhim, 8/390. Dar Ath Thaybah)
2. Allah
Subhaanahu Wa Ta’aalaa berfirman:
لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ
لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ
“Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka
menyebut nama Allah pada hari-hari yang telah ditentukan atas rizki yang Allah
telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak.” (QS. Al Hajj [22]: 28)
Ibnu Abbas
menjelaskan bahwa, “(Yang dimaksud hari-hari yang telah ditentukan
adalah) 10 hari pertama (bulan Dzulhijjah).” (Lihat Tafsir Ibnu
Katsir).
3. Shahabat
Ibnu Abbas radliyallahu ‘‘anhuma meriwayatkan bahwasanya Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:
«مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهَا أَحَبُّ
إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الأَيَّامِ». يَعْنِى أَيَّامَ الْعَشْرِ. قَالُوا: يَا
رَسُولَ اللَّهِ وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ. قَالَ «وَلاَ الْجِهَادُ
فِى سَبِيلِ اللَّهِ إِلاَّ رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ
مِنْ ذَلِكَ بِشَىْءٍ».
“Tidak ada hari-hari yang di dalamnya amalan shaleh, yang paling dicintai
oleh Allah kecuali hari-hari ini, yaitu sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah”
Para shahabat bertanya “Wahai Rasulullah: Tidak juga jihad (lebih utama
dari itu)? Beliau menjawab: “Tidak juga jihad, kecuali seseorang yang keluar
berjihad dengan jiwa dan hartanya, kemudian kembali tanpa membawa
sesuatupun” (HSR. Abu Daud 2440, At Tirmidzi 757,
Ibnu Majah 1727, Shahih Ibnu Hibban 324 dan Shahih Ibnu Khuzaimah 2865).
Dalam Shahih
Bukhari (926) diriwayatkan dengan lafadz:
مَا الْعَمَلُ فِي أَيَّامٍ
أَفْضَلَ مِنْهَا فِي هَذِهِ. قَالُوا: وَلَا الْجِهَادُ؟ قَالَ: وَلَا
الْجِهَادُ، إِلَّا رَجُلٌ خَرَجَ يُخَاطِرُ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ
بِشَيْءٍ.
“Tidak ada amal perbuatan yang lebih utama dari (amal yang dilakukan pada)
sepuluh hari bulan Dzulhijjah, Para shahabat bertanya: “Tidak
juga jihad (lebih utama dari itu)?”, Beliau menjawab: “Tidak juga jihad,
kecuali seseorang yang keluar berjihad dengan jiwanya dan hartanya kemudian
kembali tanpa membawa sesuatupun.”
Imam Nawawi
dalam Riyadhush Shalihin menempatkan hadits ini dalam bab ke 226 dengan judul:
“Keutamaan puasa dan (ibadah-ibadah) lainnya pada sepuluh hari pertama di bulan
Dzulhijjah.”
Imam Ibnu Rajab
Al Hambali menuturkan, “Hadits Ibnu ‘Abbas di atas menunjukkan bahwa
amalan di sepuluh hari pertama bulan Dzulhijah lebih dicintai oleh Allah
daripada hari-hari lainnya tanpa ada pengecualian.” (Lathaaiful
Ma’aarif, 295)
4. Imam
Ahmad -rahimahullah- meriwayatkan dalam Musnad-nya, dari Ibnu Umar bahwa
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam telah bersabda:
مَا مِنْ أَيَّامٍ أَعْظَمُ
عِنْدَ اللَّهِ وَلَا أَحَبُّ إِلَيْهِ الْعَمَلُ فِيهِنَّ مِنْ هَذِهِ
الْأَيَّامِ الْعَشْرِ فَأَكْثِرُوا فِيهِنَّ مِنْ التَّهْلِيلِ وَالتَّكْبِيرِ
وَالتَّحْمِيدِ
“Tidak ada hari-hari yang lebih agung dan amal shalih yang lebih dicintai
oleh Allah padanya, melebihi sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah, maka
perbanyaklah pada hari itu tahlil (Laa ilaaha Illallaah), Takbir (Alloohu
Akbar) dan Tahmid (Alhamdulillaah).” (HR Ahmad
6154, Syu’aib al Arnauth mengatakan: Ini hadits shahih).
5. Di dalam
hadits yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Qurath Radliyallahu ‘anhu beliau
berkata, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إِنَّ أَعْظَمَ الأَيَّامِ
عِنْدَ اللَّهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى يَوْمُ النَّحْرِ ثُمَّ يَوْمُ الْقَرِّ
”Sesungguhnya hari yang paling agung di sisi Allah
Tabaaroka wa Ta’aalaa adalah hari an nahr (Idul Adha) kemudian yaumul qorr
(hari setelah hari an nahr).” (HSR. Abu Daud 1765, Ibnu Hibban, 2811
Ibnu Khuzaimah 2866, al Hakim 7522. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits
ini shahih. Syaikh al A’zhami mengatakan sanadnya shahih).
Imam Ibnu Rajab
Al Hambali mengatakan, “Ini menunjukkan bahwa amalan mafdhul (yang
kurang keutamaannya) jika dilakukan di waktu afdhal (lebih utama) untuk
beramal, maka itu akan mengimbangi dan melebihi amalan afdhal (amalan utama)
yang dikerjakan di waktu-waktu lainnya, karena pahalanya yang akan
dilipatgandakan.” (Lathaaiful Ma’aarif, 289).
Al Hafidz Ibnu
Hajar menjelaskan dalam kitabnya Fathul Baari (Syarah Shahih
Bukhari): “Tampaknya sebab mengapa sepuluh hari Dzulhijjah
diistimewakan adalah karena pada hari-hari tersebut merupakan waktu
berkumpulnya ibadah-ibadah utama; yaitu shalat, shaum, shadaqah dan
haji, yang (semua) ini tidak terdapat pada hari-hari yang lain.” (Fathul
Baari, 2/460).
Jika seseorang
bertanya: ”Manakah yang afdhal (lebih utama) sepuluh hari terakhir di bulan
Ramadhan ataukah sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah?” Imam Ibnul
Qayyim –rahimahullah- menjelaskan, “Jika dilihat pada waktu
malamnya, maka sepuluh terakhir bulan Ramadhan lebih
utama dan jika dilihat waktu siangnya, maka sepuluh hari pertama bulan
Dzulhijjah lebih utama” (Lihat Zaadul Ma’ad 1/57)
Sepuluh malam
terakhir dari bulan Ramadhan menjadi lebih utama karena adanya Lailatul
Qadr, danLailatul Qadr ini merupakan bagian dari waktu
malamnya, sedangkan sepuluh hari (pertama) Dzulhijjah menjadi lebih utama
karena siangnya, yang di siang tersebut terdapat yaumun Nahr (hari
berkurban), hari ‘Arafah dan hari Tarwiyah (hari ke delapan Dzulhijjah).
Bagaimana para
ulama kita mengisi 10 hari pertama bulan Dzulhijjah?
Mari kita simak
apa yang dilakukan oleh rowi hadits setelah mengetahui keutamaan yang begitu
besar tersebut?
كاَنَ سَعِيدُ بْنُ جُبَيْر
إِذَا دَخَلَ أَيَّامَ اْلعَشْرِ اجْتَهَدَ اجْتِهَادًا شَدِيدًا حَتَّى ما
يَكَادُ يَقْدِرُ عَلَيْهِ
“Adalah Sa’id bin Jubair –rahimahullah- (beliau yang meriwayatkan hadits
Ibnu Abbas), jika datang sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah sangat
bersungguh-sungguh hingga hampir saja dia tidak mampu (melaksanakannya)” (HSR. Darimi, 1774 dan Al Baihaqi dan Syu’abul Iman 3476, dengan
sanad yang hasan. Lihat Irwaul Ghalil, 3/398 dan Shahih at Targhib wat Tarhib,
1248).
Sa’id bin
Jubair –rahimahullah- juga mengatakan: “Jangan kalian matikan lampu rumah
kalian pada malam-malam sepuluh hari pertama Dzulhijjah.” Agar bisa terus
beribadah. (Hilyatul Awliya’ 4/281 dan Siyar A’laam an Nubala’ 4/326).
Para ulama
salaf dahulu, sangat mengagungkan sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah ini.
Mereka berusaha untuk tidak berbuat kesalahan dan dosa. Bahkan ketika
menyebutkan hadits dla’if (lemah), di antara mereka ada yang berusaha untuk
menghindar. Tidak mau menyebutkannya. Memilih untuk melakukannya setelah 10
hari pertama ini berlalu.
Al Bardza’i menyebutkan
dalam bukunya yang berisi pertanyaan-pertanyaannya kepada Imam Abu Zur’ah ar
Raazi. Beliau berkata: “Saya bertanya kepada Imam Abu Zur’ah tentang hadits
Ibnu Abi Haalah yang berisi sifat Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam pada 10
hari pertama bulan Dzulhijjah. Beliau enggan membacakannya kepadaku. Beliau
mengatakan: “Di dalamnya ada perkataan (pembahasan) yang saya takut kalau itu
tidak shahih.” Ketika saya desak, beliau menjawab: “Tundalah sampai keluar dari
10 hari pertama bulan Dzulhijjah, karena saya tidak senang menyampaikan hadits
seperti ini pada 10 hari pertama ini.” Maksudnya hadits Abu Ghassaan dari Jami’
bin Umar. (Abu Zur’ah ar Raazi wa juhuduhu fis sunnah an nabawiyah ma’a tahqiq
kitabihi Adl Dlu’afaa wa Ajwibati Abi Zur’ah ‘ala su-aalaat al Bardza’i,
2/550-551).
Ini semua
menunjukkan bahwa 10 hari pertama bulan Dzulhijjah memiliki keutamaan yang
sangat besar. Sehingga sangat layak untuk kita berikan perhatian lebih
dibanding hari-hari lain.
No Comment to " Keutamaan 10 Hari Pertama bulan Dzulhijjah "