News Ticker

Fikih Hujan

By Unknown - Senin, 09 Desember 2013 No Comments

Para pembaca yang budiman, hujan adalah nikmat yang telah Alloh subhanahu wa ta’ala turunkan kepada makhluk Nya. Dengannya kehidupan akan terus berlangsung. Alloh subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّ أَفَلَا يُؤْمِنُونَ
Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tidak  juga beriman?” (QS. Al Anbiya’: 30).
Al Imam Al Baghowi  berkata: “Sesungguhnya air adalah sebab dari segala kehidupan karena segala yang hidup telah tercipta darinya.” (Tafsir Al Baghowi 5/316, Maktabah Syamilah).
Hujan yang diturunkan pun adalah sebuah keberkahan. Alloh subhanahu wa ta’ala berfirman (yang artinya): “Dan Kami turunkan dari langit air yang penuh keberkahan lalu Kami tumbuhkan dengan air itu pohon-pohon dan biji-biji tanaman yang diketam.” (QS. Qoof: 9). Al Hafidz Ibnu Katsir mengatakan bahwa maksud keberkahan dalam ayat ini adalah bermanfaat (Tafsir Ibnu Katsir 7/396, Maktabah Syamilah).
Apa yang Dilakukan Jika Hujan Turun?
Pertama: Berdo’a
Diriwayatkan dari Ummul Mukminin Aisyah rodhiyallohu ‘anha bahwa ketika nabi shollallahu ‘alaihi wasallam melihat hujan turun, beliau mengucapkan:
 اللَّهُمَّ صَيِّبًا نَافِعًا
Ya Allah turunkanlah pada kami hujan yang bermanfaat.” (HR. Bukhori).
Selain do’a diatas, dianjurkan pula untuk berdo’a sesuai dengan yang diinginkan, karena pada saat hujan, Alloh subhanahu wa ta’ala akan mengabulkan do’a para hamba Nya. Nabi shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Doa tidak tertolak pada 2 waktu, yaitu ketika adzan berkumandang dan ketika hujan turun.” (HR.  Al Hakim).
Adapun jika hujan turun terlalu besar, sehingga dikhawatirkan bisa menimbulkan marabahaya, hendaknya berdo’a dengan mengucapkan:
اللَّهُمَّ حَوَالَيْنَا، وَلاَ عَلَيْنَا، اللَّهُمَّ عَلَى الآكَامِ وَالجِبَالِ وَالظِّرَابِ وَبُطُونِ الأَوْدِيَةِ وَمَنَابِتِ الشَّجَرِ
“Ya Alloh, turunkanlah hujan di sekitar kami, bukan untuk merusak kami. Ya Alloh, turunkanlah hujan ke dataran tinggi, gunung-gunung, bukit-bukit, perut lembah dan tempat tumbuhnya pepohona.” (HR. Bukhori).
Kedua: Dilarang Mencela Hujan
Hujan adalah rahmat dan keberkahan, maka terlarang bagi siapapun untuk mencela, menggerutu apalagi mencaci makinya sebagaimana beliau shollallahu ‘alaihi wasallam pun melarang melakukannya terhadap waktu dan angin. Dalam sebuah hadits qudsi, Rosululloh shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda, Alloh subhanahu wa ta’ala berfirman (yang artinya): “Manusia menyakiti Aku; dia mencaci maki masa (waktu), padahal Aku adalah pemilik dan pengatur masa, Aku-lah yang mengatur malam dan siang menjadi silih berganti.” (HR Bukhori dan Muslim).
Ketiga: Jika Hujan Disertai Angin Kencang dan Petir
Jika mendapati angin bertiup kencang maka hendaknya mengucapkan do’a:
 اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ خَيْرَهَا وَخَيْرَ مَا فِيْهَا وَخَيْرَ مَا أُرْسِلَتْ بِهِ  وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّهَا وَشَرِّ مَا فِيْهَا وَشَرِّ مَا أُرْسِلَتْ بِهِ
Ya Alloh, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu kebaikan angin ini, dan kebaikan yang ada padanya, dan kebaikan apa yang dibawanya. Dan aku berlindung kepada-Mu dari kejelekannya, dan kejelekan yang ada padanya, dan kejelekan apa yang dibawanya.” (HR. Muslim).
Adapun jika melihat petir maka hendaknya berdo’a. Dari ‘Ikrimah mengatakan bahwasanya Ibnu ‘Abbas rodhiyallohu ‘anhuma tatkala mendengar suara petir, beliau mengucapkan:

سُبْحَانَ الَّذِي سَبَّحَتْ لَهُ

 

“Maha suci Allah yang petir bertasbih kepada-Nya.”
Atau bisa juga mengucapkan do’a lainnya, seperti yang telah dilakukan oleh Abdulloh bin Zubair, apabila ia mendengar petir maka langsung menghentikan pembicaraan kemudian berdoa:
 سُبْحَانَ الَّذِيْ يُسَبِّحُ الرَّعْدُ بِحَمِدِهِ وَالْمَلاَئِكَةُ مِنْ خِيْفَتِه
Maha Suci Alloh yang petir  bertasbih dengan memuji Nya, begitu juga para malaikat, karena takut kepadaNya.”
Keringanan Ibadah Saat Hujan Turun
Hujan yang turun memberikan beberapa keringanan dalam pelaksanaan ibadah yang awalnya wajib menjadi tidak wajib, seperti sholat berjamaah bagi laki-laki. Dari ‘Abdullah bin ‘Abbas rodhiyallohu ‘anhuma , beliau mengatakan kepada mu’adzin pada saat hujan, ”Apabila engkau mengucapkan ’Asyhadu allaa ilaha illalloh, asyhadu anna Muhammadar Rosululloh’, maka janganlah engkau ucapkan ’Hayya ’alash sholaah’. Tetapi ucapkanlah ’Sholluu fii buyutikum’ (Sholatlah di rumah kalian).” (HR. Muslim).


Hadits tersebut memberikan pelajaran bahwa sholat berjama’ah yang semestinya dikerjakan di masjid, boleh dikerjakan di rumah atau di kendaraan, demikian dijelaskan oleh Imam Nawawi dalam kitab Syarah Shohih Muslim.
Sayid Sabiq -semoga Alloh merahmati beliau- dalam kitab Fiqh Sunnah menyebutkan salah satu sebab yang membolehkan tidak ikut shalat berjama’ah adalah cuaca yang dingin dan hujan. Lalu beliau membawakan perkataan Ibnu Batthol yang menyatakan bahwa hal ini adalah ijma’  ( Fiqh Sunnah 1/234-235, mauqi’ rumaysho).
Kemudian keringanan berikutnya adalah bolehnya menjama’ (menggabungkan 2 sholat) pada saat hujan. Dari Abuzzubair, dari Sa’id bin Jubair, dari Ibnu Abbas, beliau berkata, ”Rosululloh shollallahu ’alaihi wa sallam pernah mengerjakan shalat Dzuhur dan Ashar serta Maghrib dan Isya’ secara jama’, bukan dalam keadaan takut maupun safar.” (HR An Nasa’i).  Yang meriwayatkan dari Abuzzubair adalah Imam Malik dalam Muwatho’nya. Imam Malik mengatakan, ”Aku menyangka bahwa menjama’ di sini adalah ketika hujan.”
Penutup
Para pembaca yang budiman,  ulama telah menjelaskan bahwa dibolehkannya menjama’ sholat ketika hujan ini adalah bersama imam di masjid, bukan dirumah. Dan hujan yang membolehkan seseorang menjama’ sholatnya adalah hujan yang bisa membuat pakaian basah kuyup serta mendapatkan kesulitan jika harus berjalan menuju masjid. Sedangkan jika hujan rintik-rintik (gerimis) yang tidak menyebabkan kesulitan pergi ke masjid maka tidak diperbolehkan untuk menjama’nya. (bms)
http://gemaislam.com/

Tags:

No Comment to " Fikih Hujan "