Dalam buku
Ensiklopedia Kitab-kitab Rujukan Hadits, lengkap dengan biografi ulama hadits
dan sejarah pembukuannya. Judul Asli: Tadwin as-Sunnah an-Nabawiyah Nasy`atuhu
wa Tathawwuruhu. Dalam buku ini dijelaskan bahwa As-Sunnah yang dimaksud dalam
buku kita kali ini adalah as-Sunnah pada umumnya sebagaimana yang didefinisikan
oleh Ahlul Hadits dan bukan sunnah sebagaimana yang didefinisikan oleh ulama
fikih yaitu yang bukan wajib. As-Sunnah adalah segala sesuatu yang bersumber
dari Nabi Shollallohu alaihi wasallam, baik berupa ucapan (sabda), sikap,
perbuatan, tindakan, keputusan, restu beliau terhadap tindakan dan perbuatan
para sahabat, serta sifat-sifat fisik dan akhlak beliau. Karena itu as-Sunnah
itu adalah Islam itu sendiri.
Maka
sunnah-sunnah Nabi Shollallohu alaihi wasallam ada yang wajib, ada yang
mustahab (sunnah), bahkan ada yang haram diikuti, seperti berpoligami lebih
dari empat orang istri. Kita kaum
Muslimin umumnya dan Ahlus Sunnah khususnya tentu berbangga melihat akhir-akhir
ini semangat kaum muslimin yang ingin kembali kepada as-Sunnah semakin semarak
dan meluas. Dan demi ikut memenuhi kebutuhan kaum muslimin tanah air dalam
rangka ikut mengantarkan kaum Anda kembali kepada Islam sebagaimana yang
digariskan Rasulullah Shollallohu alaihi wasallam, kami menerbitkan buku ini
yang fokus membahas pembukuan as-Sunnah atau hadits sejak Nabi Shollallohu
alaihi wasallam masih hidup hingga masa yang jauh.
Karena itu buku
ini menjadi suatu yang sangat penting agar kita lebih dekat dan lebih mengenal
sunnah-sunnah nabi kita Muhammad Shollallohu alaihi wasallam.
ISI BUKU SECARA UMUM
Bab (1)
mengetengahkan judul: Kedudukan as-Sunnah dalam Islam dan Perhatian Ulama Salaf
Terhadapnya.
Pada pasal
pertama dari bab (1), buku kita ini meletakkan satu sub penting yang dipegang
oleh Ahlus Sunnah umumnya dan Ulama hadits khususnya dengan judul: Al-Qur`an
dan as-Sunnah Memiliki Kedudukan Sama Sebagai Dasar Syariat. Ini tentu terlepas
dari keutamaan al-Qur`an yang lebih tinggi dari pada as-Sunnah; karena
al-Qur`an berasal dari Allah secara lafzhi dan maknawi. Tetapi sekalipun
demikian, as-Sunnah juga wahyu sebagaimana al-Qur`an, sehingga as-Sunnah sama
dengan al-Qur`an sebagai dasar Syariat. Nabi Shollallohu alaihi wasallam
bersabda,
أَلاَ إِنِّيْ أُوتِيْتُ الْكِتَابَ وَمِثْلَهُ مَعَهُ. أَلاَ يُوْشِكُ رَجُلٌ
شَبْعَانُ عَلَى أَرِيكَتِهِ يَقُولُ: عَلَيْكُمْ بِهَذَا الْقُرْآنِ؛ فَمَا وَجَدْتُمْ
فِيْهِ مِنْ حَلاَلٍ فَأَحِلُّوْهُ، وَمَا وَجَدْتُمْ فِيْهِ مِنْ حَرَامٍ
فَحَرِّمُوْهُ. أَلا وَإِنَّ مَا حَرَّمَ رَسُوْلُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم
كَمَا حَرَّمَ اللّهُ.
“Ketahuilah,
sesungguhnya aku didatangkan (diturunkan) al-Qur`an dan yang semisal dengannya
bersamanya. Ketahuilah, hampir-hampir (saja tiba zamannya) seseorang yang
kenyang (karena bergelimang harta benda) sambil bertelekan di dipannya berkata,
‘Berpeganglah kalian kepada al-Qur`an ini; apa yang kalian dapatkan di dalamnya
dari yang halal, maka halalkanlah ia, dan apa yang kalian dapatkan dari yang
haram, maka haramkanlah ia.’ Ketahuilah, sesungguhnya apa yang diharamkan
Rasulullah Shollallohu alaihi wasallam adalah sama sebagaimana apa yang
diharamkan oleh Allah.”(Diriwayatkan oleh Abu Dawud, no. 4604, dan dishahihkan
oleh al-Albani).
Penulis
mengukuhkan masalah ini dengan dalil-dalil yang banyak dari al-Qur`an dan
as-Sunnah, sehingga menjadi jelas dan qath’i, serta tak terbantahkan.
Dalil-dalil tersebut kemudian diperkuat lagi oleh banyak perkataan as-Salaf
ash-Shalih yang menunjukkan bahwa mereka telah sepakat bahwa as-Sunnah adalah
sama kedudukannya dalam hal sebagai dasar Syariat Islam. Ayyub as-Sikhtiyani
berkata, “Apabila Anda menyebutkan suatu hadits Nabi Shollallohu alaihi
wasallam kepada seseorang, lalu orang itu berkata, ‘Jauhkanlah kami dari hadits
itu dan sampaikan saja al-Qur`an kepada kami’, maka ketahuilah bahwa orang
tersebut adalah orang yang sesat dan menyesatkan.” (Disebutkan dalam Ma’rifat
Ulum al-Hadits, milik Imam al-Hakim, hal. 65).
Imam al-Auza’i,
Imam Makhul dan Imam Yahya bin Abi Katsir sepakat mengatakan, “Al-Qur`an lebih
membutuhkan as-Sunnah daripada as-Sunnah kepada al-Qur`an; karena as-Sunnah
adalah penjelas bagi al-Qur`an sedangkan al-Qur`an bukan penjelas bagi
as-Sunnah.” (Diriwayatkan oleh ad-Darimi, no. 593).
Pada pasal
kedua, buku kita ini mengulas bagaimana hebat dan seriusnya perhatian ulama
Salaf terhadap as-Sunnah.
Pertama: Di
zaman para sahabat
Para sahabat
menimba ilmu langsung dari Nabi Shollallohu alaihi wasallam.
- Di antara
para sahabat ada yang senantiasa menyertai Nabi Shollallohu alaihi wasallam
dalam majlis dan momen-momen penting, sehingga langsung mendengar sabda dan
melihat sikap, tindakan dan keputusan-keputusan beliau Shollallohu alaihi
wasallam. Termasuk dalam kelompok ini adalah Khulafa` ar-Rasyidin yang empat
dan sejumlah sahabat besar.
- Di antara
mereka adalah para istri Nabi Shollallohu alaihi wasallam yang memiliki cukup
banyak waktu di mana hanya mereka yang melihat segala gerak gerik dan diamnya Nabi
Shollallohu alaihi wasallam di dalam rumah dan di tengah keluarga. Mereka
inilah yang banyak meriwayatkan sunnah-sunnah Nabi Shollallohu alaihi wasallam
dalam kaitan hubungan antara suami istri dan interaksi keluarga umumnya.
- Di antara
para sahabat ada banyak orang yang tinggal di masjid, seperti Abu Hurairah
Rodhiyallohu anhu, sehingga semua sabda, sikap, tindakan, dan
keputusan-keputusan Nabi Shollallohu alaihi wasallam terekam jelas oleh mereka;
karena hampir dapat dipastikan bahwa kebanyakan waktu hidup Nabi Shollallohu
alaihi wasallam dihabiskan di masjid, untuk ibadah, menangani urusan kaum
muslimin dan keluarga besar beliau; karena rumah beliau yang berdampingan
dengan masjid.
- Banyak juga
para sahabat yang diutus Nabi Shollallohu alaihi wasallam ke berbagai kabilah
dan pelosok untuk mengajarkan Islam.
-
Kabilah-kabilah juga mengirim utusan untuk mengambil ilmu dan Syariat dari Nabi
Shollallohu alaihi wasallam.
- Begitu juga
perorangan yang sengaja datang kepada Nabi Shollallohu alaihi wasallam untuk
menerima ajaran Islam secara langsung.
- Yang tidak
kalah penting, banyak para sahabat yang bertanya kepada sahabat-sahabat lain
yang langsung menghadiri berbagai peristiwa yang dihadiri Nabi Shollallohu
alaihi wasallam, untuk mengambil sabda, tindakan, dan contoh yang diajarkan
Nabi Shollallohu alaihi wasallam.
Para sahabat
ini kelak, setelah Nabi Shollallohu alaihi wasallam wafat, bertebaran di
berbagai negeri, seiring dengan penaklukan berbagai wilayah, sehingga menjadi
guru-guru utama bagi para tabi’in yang mengikuti dan mengambil ilmu dari
mereka. Sejarah, kisah,
dan berbagai hal yang berkaitan dengan perhatian besar para sahabat terhadap
pencatatan, penyebaran, dan pengajaran sunnah Nabi Shollallohu alaihi wasallam,
dapat Anda kaji di sini.
Kedua: Di Zaman
Tabi’in
Setelah para
sahabat satu demi satu wafat, fitnah semakin dahsyat menghantam kaum muslimin.
Kaum Yahudi, Nasrani, Shabi’un, Majusi, dan para pengikut hawa nafsu umumnya,
bahkan orang-orang munafik, seakan bersatu padu menerjang kaum muslimin.
Mereka-mereka inilah yang kelak menjadi bumerang dan penyakit dalam
riwayat-riwayat sunnah Nabi Shollallohu alaihi wasallam secara umum. Dan di
antara yang paling berbahaya adalah munculnya para pendusta dan orang-orang
munafik yang memalsukan riwayat-riwayat dari para sahabat. Inilah awal mula
munculnya perhatian as-Salaf ash-Shalih dan para ulama generasi awal terhadap
isnad riwayat. Semua usaha dan kisah perjuangan penyelamatan bagi hadits-hadits
Nabi Shollallohu alaihi wasallam dapat Anda nikmati di sini.
Imam Muhammad
bin Sirin Rohimahulloh, salah seorang tabi’in besar, misalnya berkata, “Mereka
dulu tidak pernah menanyakan tentang sanad, kemudian ketika fitnah telah
terjadi, mereka berkata, ‘Sebutkan orang-orang yang menyampaikan itu kepada
kalian.’ Lalu diperhatikan; apabila (mereka mengisyaratkan) kepada Ahlus
Sunnah, maka hadits mereka diambil, dan bila dilihat (mengisyaratkan) kepada
Ahli bid’ah, maka hadits mereka tidak diambil.” (Diriwayatkan oleh Imam Muslim
dalam muqaddimah Shahih beliau).
Dan inilah
sebabnya, Imam Abdullah bin Mubarak berkata, “Sanad itu adalah bagian dari
Agama; kalau bukan karena sanad, maka sungguh setiap orang akan mengatakan apa
yang dia mau (bahwa itu adalah agama).”
Usaha as-Salaf
ash-shalih dalam menjaga kemurnian as-Sunnah mencapai titik awal yang
menentukan di zaman pemerintahan Khalifah yang agung, Umar bin Abdul Aziz
Rohimahulloh, sehingga boleh kita katakan bahwa jasa besar dibukukannya
hadits-hadits Nabi Shollallohu alaihi wasallam sebagaimana yang kita kenal sekarang
adalah berkat jasa awal khalifah yang hebat ini. Dalam buku ini
begitu jelas diulas dan dijabarkan bagaimana perjuangan para ulama umumnya,
dalam usaha menjaga kemurnian sunnah-sunnah Nabi Shollallohu alaihi wasallam,
dari satu fase ke fase berikutnya.
Pasal ketiga
dari bab (1) ini adalah pasal yang paling krusial dan menentukan, karena di
sini penulis mengulas bagaimana para pengikut hawa nafsu, pengekor bid’ah, dan
golongan-golongan sesat menggerogoti sunnah-sunnah Nabi Shollallohu alaihi
wasallam. Sebegitu banyak jenis dan ragam kelompok-kelompok ini tetapi secara
garis besar penulis jabarkan dalam dua bagian:
- Pertama,
golongan yang menolak as-Sunnah secara mutlak.
- Kedua,
kelompok-kelompok yang menolak hadits ahad.
Bab (2):
Pembukuan As-Sunnah Pada Abad Pertama Dan Kedua Hijriyah
Bab ini
berhasil membuktikan bahwa penulisan hadits-hadits Nabi Shollallohu alaihi
wasallam telah dimulai sejak Nabi Shollallohu alaihi wasallam masih hidup. Dan
inilah yang membuktikan bahwa hadits-hadits Nabi Shollallohu alaihi wasallam
juga terjaga keotentikannya sejak generasi awal umat ini. Semua ulama yang
menjadi pilar dalam pembukuan as-Sunnah dalam fase ini dapat Anda kaji di sini.
Bab (3):
Pembukuan as-Sunnah Pada Abad ketiga
Pada fase
inilah muncullah Imam-imam agung ahli hadits yang berperan besar dalam menjaga
dan membukukan hadits-hadits Nabi Shollallohu alaihi wasallam bahkan berjasa
memilah hadits-hadits yang shahih dari yang dhaif dan yang lebih parah dari
dhaif.
[1]. Imam Ahmad
bin Hanbal yang salah satu karya besar beliau adalah al-Musnad. Kitab hadits
ini adalah musnad terbesar yang dikenal di tengah kaum Muslimin, yang memuat
40.000 hadits kurang sedikit. Dan jumlah ini, sebagaimana yang dikatakan oleh
Imam Ahmad sendiri, beliau pilah dari 75.000 hadits.
Sejarah
penulisan dan semua hal yang berkaitan dengan Musnad Imam Ahmad ini, dapat Anda
kaji dalam buku kita ini. Dan di samping Musnad Imam Ahmad juga terdapat 13
kitab musnad lain, yang dapat Anda kaji tentangnya di sini.
[2]. Dalam fase
inilah munculnya Imam-imam penulis kitab hadits yang enam (al-Kutub as-Sittah)
yang paling terkenal di dunia Islam, yaitu: Shahih al-Bukhari; Shahih Muslim;
Sunan Abu Dawud; Sunan at-Tirmidzi; Sunan an-Nasa`i; dan Sunan Ibnu Majah.
Mengapa Shahih
al-Bukhari dan Shahih Muslim begitu fenomenal dan paling otoritatif di tengah
umat Islam sebagai landasan hukum? Mengapa pula para ulama sepakat bahwa Shahih
al-Bukhari dan Shahih Muslim adalah kitab paling shahih setelah al-Qur`an?
Temukan jawabannya dalam buku kita ini. Begitu juga sejarah pembukuan, latar
belakang penulisan, dan segala hal yang berkaitan dengan kitab-kitab hadits ini
yang enam ini, yang merupakan pegangan paling pokok para ulama dalam kurun
sejarah hingga saat ini, dapat Anda kaji di sini.
Mengkaji bab
(3) ini akan mengantar Anda, pencinta ilmu, kepada gambaran riil bagaimana
jerih payah dan begitu hebatnya perjuangan ulama Ahlus Sunnah dalam melayani
hadits-hadits Rasulullah Shollallohu alaihi wasallam. Inilah jasa besar yang
patut dibanggakan kepada semua umat manusia. Maka para ulama Ahlus Sunnah telah
menorehkan dua jasa besar yang tak bisa dilakukan oleh golongan maupun agama
manapun selain agama Islam, yaitu: Pertama, membukukan hadits-hadits Rasulullah
Shollallohu alaihi wasallam, dan kedua, memilah hadits-hadits yang begitu
banyak dengan ilmu isnad. Dan saya, penulis resensi buku ini, bersumpah demi
Allah, bahwa kedua disiplin inilah benteng Ahlus Sunnah yang paling kokoh
menjaga Akidah Islam khususnya dan ajaran Rasulullah Shollallohu alaihi
wasallam umumnya dari pemalsuan dan gempuran sengit fitnah di setiap zaman.
Bab (4):
Pembukuan As-Sunnah Pada Abad Keempat dan Kelima
Pada abad ke 4
hijriyah pembukuan hadits semakin semarak dan hidup, sehingga murd-murid dari
ulama-ulama abad ke 3 tadi, yang kemudian muncul sebagai ulama-ulama Ahlus
Sunnah, juga mengikuti jejak para guru mereka, yaitu mengumpulkan hadits-hadits
Nabi Shollallohu alaihi wasallam. Pada abad ke 4 ini muncul: Shahih Ibnu
Khuzaimah; Shahih Ibnu Hibban, al-Mustadrak, milik Imam al-Hakim; Syarh Musykil
al-Atsar, milik Imam ath-Thahawi; al-Mu’jam al-Kabir, milik Imam ath-Thabrani;
as-Sunan, milik Imam ad-Daruquthni; as-Sunan al-Kubra, milik Imam al-Baihaqi;
dan sebagainya.
Kemudian pada
abad ke 5 muncul usaha-usaha baru yang menggabungkan antara al-Kutub as-Sittah,
dan rinciannya dapat Anda telaah di dalam buku kita ini.
Di antara
kitab-kitab hadits yang berhasil diselesaikan pada abad ini adalah: Syarh
as-Sunnah, milik Imam al-Baghawi; Mashabih as-Sunnah juga milik al-Baghawi;
Jami’ al-Ushul, milik Imam Ibnul Atsir; dan lain sebagainya. Semua sejarah
pembukuan dan segala sub yang berkaitan dengan kitab-kitab hadits tadi dapat
Anda jelajah di sini.
Bab (5):
Pembukuan As-Sunnah setelah abad ke 5 hingga abad ke 9 hijriah.
Dalam fase ini
muncullah ulama-ulama besar yang dikenal dengan ulama ahli tahqiq, semisal:
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah; al-Hafizh al-Mizzi; al-Hafizh adz-Dzahabi; dan
yang paling fenomenal adalah al-Hafizh besar Imam Ibnu Hajar al- Asqalani yang
dinobatkan sebagai ulama hadits terakhir yang digelari oleh para ulama sebagai
Amirul Mukminin dalam ilmu hadits.
Dalam fase ini
pula muncul kitab-kitab takhrij hadits terkenal seperti: Tuhfah al-Asyraf,
milik al-Hafizh al-Mizzi; Majma’ az-Zawa`id, milik Imam al-Haitsami; Nashb
ar-Rayah, milik Imam az-Zaila’i; al-Badr al-Munir,milik Imam Ibnul Mulaqqin;
at-Talkhish al-Habir, milik al-Hafizh Ibnu Hajar; dan sebagainya. Semua rincian
tentangnya dapat Anda kaji di sini.
As-Sunnah atau
ilmu hadits adalah disiplin yang pokok, bahkan saya, penulis resensi ini,
sangat berharap agar ke depan ada usaha agar ilmu hadits dimasukkan sebagai
mata ajaran pokok dalam semua disiplin imu Syariat; baik Ushuluddin; Fikih;
Tafsir; Dakwah; Tarbiyah. Ahli Ushuluddin yang miskin hadits telah terbukti
banyak menyelisihi akidah Islam; Ahli Tafsir yang miskin hadits terjebak dalam
penafsiran-penafsiran logika dan nalar yang jauh dari wahyu; ahli fikih yang
miskin hadits juga terjebak dalam fanatik madzhabi dan kesimpulan hukum fikih
yang jauh dari as-Sunnah; dan ahli dakwah serta tarbiyah yang miskin hadits
terjebak dalam analogi dan cerita-cerita fiktif.
Buku ini adalah
awal yang baik untuk memulai atau meningkatkan pengetahuan tentang as-Sunnah
atau hadits-hadits Nabi Shollallohu alaihi wasallam. Semoga Allah mendatangkan
manfaat dengannya.
No Comment to " Ensiklopedia Kitab-kitab Rujukan Hadits lengkap "