MUKADDIMAH
Pada bagian yang lalu, kita telah mengkaji
hadis-hadis seputar berpuasa bagi musafir, yaitu hadis-hadis yang intinya
membolehkan berpuasa.
Dan sebagai yang telah kami janjikan, bahwa pada
kajian kali ini kita akan membahas hadis seputar perbedaan pendapat di
kalangan ulama berkenaan dengan hal itu.
Semoga bermanfa'at.
Semoga bermanfa'at.
NASKAH HADIS (3)
عَنْ أَبِي الدّرْدَاءِ رَضِيَ اللّهُ عنه قَالَ: خَرَجْنَا مَعَ
رَسُولِ اللّهِ صلى الله عليه وسلم فِي شَهْرِ رَمَضَانَ, فِي حَرَ شَدِيدٍ. حَتّىَ
إِنْ كَانَ أَحَدُنا لَيَضَعُ يَدَهُ عَلَىَ رَأْسِهِ مِنْ شِدّةِ الْحَرّ. وَمَا فِينَا
صَائِمٌ, إِلاّ رَسُولُ اللّهِ صلى الله عليه وسلم وَعَبْدُ اللّهِ بْنُ رَوَاحَةَ.
(رواه مسلم)
Dari Abi ad-Dardâ` radliyallâhu 'anhu, dia
berkata, "Kami pernah keluar bersama Rasulullah Shallallâhu 'alaihi Wa
Sallam pada bulan Ramadlan saat temperatur sedemikian panas, hingga membuat
salah seorang diantara kami sampai meletakkan tangannya diatas kepalanya saking
panasnya. Dan tidak ada seorang diantara kami yang berpuasa selain Rasulullah
dan 'Abdullah bin Rawahah." (HR.Muslim)
MAKNA GLOBAL
MAKNA GLOBAL
Pada bulan Ramadlan, di hari-hari yang demikian
panas, Nabi Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam keluar bersama para shahabatnya.
Karena temperatur yang demikian panas tersebut, tidak ada seorangpun diantara
mereka yang berpuasa selain Nabi dan 'Abdullah bin Rawahah al-Anshoriy
radliyallâhu 'anhu.
Mereka berdua sanggup menahan panas tersebut dan berpuasa.
Mereka berdua sanggup menahan panas tersebut dan berpuasa.
KANDUNGAN HADIS
- Kebolehan berpuasa di dalam perjalanan
sekalipun kondisinya sangat sulit bahkan sampai membuat badan celaka.
NASKAH HADIS (4)
عن جابرِ بنِ عبد الله رضي الله
عنهم قال: «كان رسولُ الله صلى الله عليه وسلم في سَفَرٍ فرأى زِحاماً ورجُلاً قد
ظُلّلَ عليه فقال: ماهذا؟ فقالوا: صائم, فقال: ليسَ منَ البرّ الصّومُ في
السّفَر». رواه البخاري. وفي رواية لمسلم: عليكم برخصة الله التي رخص لكم
Dari Jabir bin 'Abdullah radliyallâhu 'anhum, dia
berkata, Pernah dalma satu perjalanan, Rasulullah Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam
melihat desak-desakan dan seorang laki-laki yang dinaungi (dipayungi), lalu
beliau bersabda, "Ada apa dengan orang ini?." Mereka menjawab,
"Dia sedang berpuasa." Beliau bersabda, "Bukanlah termasuk
'Birr' (kebajikan) berpuasa di dalam perjalanan." (HR.Bukhari)
Dalam riwayat Muslim disebutkan (sabda beliau), "Hendaklah kalian mengambil rukhshoh (dispensasi/keringanan) yang diberikan oleh Allah kepada kalian." (HR.Muslim)
MAKNA GLOBAL
Dalam riwayat Muslim disebutkan (sabda beliau), "Hendaklah kalian mengambil rukhshoh (dispensasi/keringanan) yang diberikan oleh Allah kepada kalian." (HR.Muslim)
MAKNA GLOBAL
Pada salah satu perjalanannya, Rasulullah pernah
melihat manusia saling berdesak-desakan dan seorang laki-laki yang dipayungi,
maka beliau bertanya kepada mereka perihal orang tersebut. Mereka menjawab
bahwa dia sedang berpuasa dan dahaga sedemikan mencekik dirinya. Maka beliau
yang demikian pengasih dan mulia hatinya bersabda, "Sesungguhnya berpuasa
di dalam perjalanan bukanlah termasuk perbuatan kebajikan akan tetapi hendaknya
kalian mengambil rukhshoh yang Allah berikan kepada kalian." Karena Allah
Ta'ala tidak menghendaki untuk menyiksa kalian manakala kalian beribadah
kepadanya.
PELAJARAN DARI HADIS
Diantara pelajaran yang dapat dipetik dari hadis
ini:
1. Kebolehan berpuasa di dalam perjalanan dan
kebolehan mengambil rukhshoh juga, yaitu dengan berbuka (tidak berpuasa).
2. Berpuasa di dalam
perjalanan bukan termasuk perbuatan kebajikan akan tetapi yang mengerjakannya
mendapatkan pahala dan telah gugurlah kewajibannya.
3. Bahwa yang lebih utama
adalah memilih rukhshoh-rukhshoh yang telah diberikan Allah, yang dengannya
beban para hamba menjadi ringan.
PENDAPAT PARA ULAMA
Para ulama berselisih pendapat mengenai hukum
berpuasa di dalam perjalanan. Setidaknya, ada dua pendapat:
I. Menyatakan harus berbuka (tidak puasa)
Sebagian ulama Salaf sangat keras berpendapat
bahwa bilamana seorang Musafir berpuasa, maka puasanya tersebut tidak
mendapatkan pahala apa-apa. Ini adalah pendapat Imam az-Zuhriy, an-Nakha'iy.
Pendapat ini juga diriwayatkan dari para shahabat seperti 'Abdurrahman bin
'Auf, Abu Hurairah dan Ibn 'Umar serta merupakan madzhab Ahli Zhahir.
Dalil
1. Firman Allah Ta'ala dalam surat al-Baqarah, ayat 185, yaitu (artinya),
"Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain."
Arahan ayat:
Mereka berkata bahwa dalam
ayat ini Alllah tidak mewajibkan puasa kecuali atas orang yang hadir (di negeri
tempat tinggalnya) dan telah mewajibkan atas orang yang sakit dan Musafir pada
hari-hari yang lain.
2. Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari
Jabir bahwasanya Nabi Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam pernah keluar pada tahun
penaklukan Mekkah ('Am al-Fath) di bulan Ramadlan. Ketika itu beliau berpuasa
hingga sampai di suatu tempat bernama Kirâ' al-Ghamîm. Orang-orang yang ikut
serta ketika itu juga berpuasa. Kemudian beliau mengambil sebuah bejana air,
lalu mengangkatnya hingga orang-orang melihatnya, kemudian beliau meminumnya.
Setelah itu, ada yang bertanya, "Sesungguhnya ada sebagian orang di sini
yang masing berpuasa." Maka beliau menjawab, "Mereka itulah para pembangkang (pelaku maksiat
karena menentang Rasulullah), mereka itulah para pembangkang." Dalam hadis ini, beliau menyatakan "mereka
itulah para pembangkang" karena tindakan mereka berpuasa.
3. Hadis yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhariy dari Jabir, di dalamnya disebutkan "Bukanlah termasuk kebajikan, berpuasa di dalam perjalanan."
II. Boleh berpuasa ataupun tidak berpuasa.
Ini adalah pendapat Jumhur (mayoritas) ulama,
diantaranya ulama Empat Madzhab.
Jumhur ulama juga mengemukakan dalil-dalil yang kuat, diantaranya hadis-hadis yang telah kita bahas:
Jumhur ulama juga mengemukakan dalil-dalil yang kuat, diantaranya hadis-hadis yang telah kita bahas:
1. Hadis yang diriwayatkan
oleh Hamzah al-Aslamiy, "Jika kamu mau, silahkan berpuasa dan jika kamu
mau, silahkan berbuka."
2. Hadis yang diriwayatkan
oleh Anas, "Kami pernah bepergian bersama Rasulullah Shallallâhu 'alaihi
Wa Sallam namun tidak ada orang yang berpuasa mencela orang yang tidak
berpuasa, demikian juga tidak ada orang yang tidak berpuasa mencela orang yang
berpuasa."
3. Hadits Abu Dardâ` diatas, yang menyatakan
bahwa Rasulullah dan 'Abdullah bin Rawahah tetap berpuasa.
Bantahan Mereka Terhadap Pendapat Pertama
1. Terhadap argumentasi dengan ayat diatas, orang
yang karenanya ayat tersebut turun (alias Rasulullah) sesudah turunnya ayat
tersebut juga pernah berpuasa sementara beliau adalah manusia yang paling
mengetahui maknanya. Oleh karena itu, jelas sekali bahwa maknanya bukan seperti
yang kalian sebutkan itu.
Kebanyakan para ulama menyebutkan bahwa di dalam
ayat tersebut ada yang dbuang (tidak dinampakkan), seharusnya ada kata
"lalu ia berbuka (tidak puasa)". Jadi, bunyinya, "…dan
barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka)…" (Dalam hal
ini, persis seperti pada terjemah al-Qur'an oleh DEPAG-red.,)
2. Adapun argumentasi mereka dengan sabda
Rasulullah, "Mereka itulah para pembangkang" , maka hal itu merupakan
kondisi khusus, yaitu terhadap orang-orang yang merasa kesulitan untuk meneruskan
puasa sehingga beliau Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam pun berbuka agar mereka
mengikuti beliau namun mereka tidak mau, maka disabdakanlah demikian karena
ketidakmauan mereka mengikuti tuntunan beliau.
3. Adapun jawaban terhadap hadis, "Bukan
termasuk kebajikan berpuasa di dalam perjalanan", maka maknanya adalah
bahwa berpuasa di dalam perjalanan bukan termasuk kebajikan yang dimaksudkan
untuk berlomba-lomba di dalamnya. Alias bila ingin berlomba-lomba dalam
kebajikan, bukan kondisi dalam perjalanan ini tempatnya. Sebab bisa jadi berbuka (tidak berpuasa)
di dalam perjalanan adalah lebih utama bila di sana terdapat kesulitan atau ia
dapat membantu untuk berjihad sementara Allah suka bila rukhshoh-rukhshoh yang
diberikannya diambil oleh hamba-Nya sebagaimana Dia benci bilamana
perbuatan-perbuatan maksiat dilakukan terhadap-Nya.
Masalah: Mana Yang Lebih Utama, Berpuasa atau
Berbuka?
Setelah sependapat dalam hal kebolehan berpuasa
atau tidak berpuasa di dalam perjalanan, Jumhur ulama berbeda pendapat seputar;
mana yang lebih utama, berpuasa atau berbuka (tidak berpuasa)? Dalam hal ini terdapat dua pendapat:
1. Menyatakan bahwa berpuasa
lebih utama bagi orang yang mendapatkan kesulitan di dalam perjalanan. Ini
merupakan pendapat tiga imam madzhab, yaitu Abu Hanifah, Malik dan asy-Syafi'iy
Ada beberapa hadis, diantaranya:
- Hadits yang diriwayatkan
oleh Abu Daud dari Salamah bin al-Muhbiq dari Nabi Shallallâhu 'alaihi Wa
Sallam, beliau bersabda (artinya), "Barangsiapa yang memiliki kendaraan
yang menyebabkannya dalam kondisi kenyang (tidak mendapatkan kesulitan apapun),
maka hendaklah dia berpuasa kapanpun dia mendapatkannya."
2. Menyatakan bahwa berbuka di bulan Ramadlan adalah lebih utama sekalipun tidak mendapatkan kesulitan di dalam perjalanan. Ini adalah pendapat Imam Ahmad. Juga merupakan pendapat Sa'id bin al-Musayyib, al-Awza'iy dan Ishaq bin Rahawaih.
Mereka berdalil dengan hadits-hadits:
1. Hadis yang kita bahas, "Bukan termasuk
kebajikan, berpuasa di dalam perjalanan."
2. Hadis, "Sesungguhnya Allah suka bila
rukhshoh-rukhshohnya dijalankan."
FAEDAH
FAEDAH
Para ulama berbeda pendapat di dalam menentukan
standar perjalanan yang dibolehkan berbuka (tidak berpuasa) dan meringkas
shalat (Qashar). Pendapat yang tepat adalah bahwa tidak ada
standar khusus sebagaimana yang biasa disebutkan oleh para ulama karena tidak
satupun ada dalil yang menguatkan hal itu, yang berasal dari asy-Syâri' (Allah
Ta'ala). Allah Ta'ala bahkan telah menyebutkan kata Safar
(bepergian/perjalanan) secara mutlaq (tanpa mengait-ngaitkan dengan sesuatu)
sehingga kita juga patut menjadikannya seperti itu. Artinya, sesuatu yang dianggap sebagai Safar maka
dibolehkan padanya rukhshoh-rukhshoh yang berkenaan dengan Safar tersebut.
(Diambil dari kitab Taysîr
al-'Allâm Syarh 'Umdah al-Ahkâm karya Syaikh 'Abdullah Al-Bassam, Jld.I,
h.426-430)
No Comment to " Berpuasa Bagi Musafir ( 2 -Habis) "