Oleh: Ziyadul Muttaqin
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْن. فَيَا عِبَادَ اللهِ، أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُؤْمِنُوْنَ الْمُتَّقُوْنَ. كما قال الله تعالى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا. يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا. أَمَّا بَعْدُ؛ فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللهَ، وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَّرَ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِيْ النَّارِ.
Ma'asyiral
Muslimin Rahimakumullah
Segala
puji bagi Allah, Rabb dan sesembahan sekalian alam, yang telah mencurahkan
kenikmatan-kenikmatan-Nya, rizki dan karunia-Nya yang tak
terhingga dan tak pernah putus sepanjang zaman kepada
makhluknya baik yang berupa kesehatan maupun kesempatan. Sehingga pada kali ini
kita dapat berkumpul di tempat yang mulia dalam rangka menunaikan kewajiban
shalat Jum’at. Semoga shalawat dan salam tercurah kepada uswah kita Nabi Muhammad Shallallahu
‘alaihi wa Sallam yang atas
jasa-jasa dan perjuangan beliau cahaya Islam ini tersampaikan kepada kita,
sebab dengan adanya cahaya Islam tersebut kita terbebaskan dari kejahiliyahan.
Ma'asyiral Muslimin rahimakumullah
Allah swt berfirman dalam Surah
al-Hasyr: 18
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ
وَاتَّقُوا اللَّهَ
ۚ
إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ [٥٩:١٨]
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah
dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari
esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
apa yang kamu kerjakan”.
(QS. al-Hasyr: 18).
Dalam ayat ini Allah swt menegaskan
firmannya dengan menyebut “Alladzîna ‘Âmanû”. Allah swt dalam hal ini
hanya menyatakannya kepada orang-orang yang beriman. Hal menunjukkan bahwa
Allah swt memberikan keistimewaan kepada orang-orang yang beriman dengan
perintah yang hanya dikhususkan kepada orang-orang yang beriman. Maksud ayat
ini adalah Allah swt mendorong kita sebagai orang yang beriman agar melakukan
muhasabah (introspeksi) diri. Maksud
"Memperhatikan" dalam ayat ini ialah memperhatikan kelengkapan
persiapan untuk menyongsong hari akhirat, mendahulukan apa yang bisa
menyelamatkannya dari siksa Allah, agar wajahnya menjadi bersih di sisi Allah
swt kelak. Umar bin Al-Khaththab pernah berkata, "Hisablah
diri kalian sebelum
kalian dihisab. Timbanglah diri kalian sebelum kalian ditimbang dan berhiaslah kalian untuk menghadapi hari
penampakan yang agung”.
Menurut
Abu Isma'il, pengarang kitab Manalizus-Sa'irin,
ada tiga pilar yang menjadi penopang dari muhasabah, yaitu:
1.
Membandingkan
antara Nikmat Allah dan Kejelekan kita
Maksudnya kita harus membandingkan apa yang berasal dari Allah dan apa yang berasal dari diri kita. Dengan begitu kita akan mengetahui
letak ketimpangannya. Kita akan mengetahui bahwa di
sana hanya ada ampunan dan rahmat Allah swt di satu
sisi sedangkan di sisi lain adalah kehancuran dan kerusakan. Allah swt berfirman dalam al-Qur’an Surat asy-Syams ayat
8:
فَأَلْهَمَهَا
فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا [٩١:٨]
“Maka Allah swt mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan)
kefasikan dan ketakwaannya”. (QS.asy-Syams: 8).
Ayat ini jelas memberikan keterangan kepada kita bahwa
Allah swt mengilhamkan kepada jiwa dan memberikan pilihan apakah ia akan
memilih jalan yang menjadikannya durhaka kepada Allah swt ataukah ia memilih
jalan yang mengantarkannya kepada ketakwaan kepada-Nya. Jiwa manusia telah
diilhamkan Allah swt dua pilihan antara yang durhaka dan yang takwa. Pada
dasarnya jiwa manusia itu cenderung pada kejahatan dan kekurangan. Andaikan
tidak karena karunia Allah dan rahmat-Nya yang mensucikan jiwa itu, tentu ia
tidak akan menjadi suci sama sekali.
Kemudian
jika kita membandingkan antara kebaikan dan keburukan maka kita bisa
mengetahui mana
yang lebih banyak dan mana yang lebih dominan di antara keduanya. Padahal kebaikan itu datangnya dari Allah swt dan
kejahatan itu tidak lain bersumber dari diri kita sendiri.
Ma'asyirol Muslimin rahimakumullah
Seseorang
tidak bisa membuat perbandingan ini jika dia tidak memiliki tiga indikatornya:
1.
Cahaya hikmah dari Allah swt
Cahaya hikmah ini merupakan cahaya petunjuk dari Allah
yang disusupkan Allah swt ke dalam hati orang-orang yang mengikuti rasul. Dengan
kata lain, cahaya hikmah adalah ilmu yang dimiliki seseorang sehingga ia bisa
membedakan antara yang hak dan yang batil, petunjuk dan kesesatan, madharat dan
manfaat, baik dan buruk.
2.
Buruk sangka terhadap diri sendiri
Buruk sangka dalam hal ini sangat diperlukan. Sebab baik
sangka terhadap diri sendiri akan menghalangi koreksi dan kerancuan. Sehingga
kita akan melihat keburukan sebagai kebaikan dan aib sebagai kesempurnaan.
3.
Membedakan antara nikmat dan ujian.
Membedakan antara nikmat dan ujian disini maksudnya ialah membedakan nikmat yang
dilihatnya sebagai kebaikan dan kasih sayang Allah swt dan membedakannya dengan
nikmat yang hanya sekedar tipuan dan sementara saja. Sebab banyak orang yang
tertipu dengan nikmat ini, sementara dia tidak menyadarinya.
2.
Membedakan antara Hak dan Kewajiban
Banyak orang yang mencampur aduk antara kewajiban dan
hak-nya, sehingga dia sendiri menjadi kebingungan antara mengerjakan dan
meninggalkan. Ada dua tipe orang dalam hal ini. Pertama, orang yang sebenarnya
boleh mengerjakan sesuatu tapi dia
justru meninggalkannya. Seperti orang yang rajin beribadah tapi meninggalkan
apa yang sebenarnya boleh dia kerjakan seperti meninggalkan hal-hal yang mubah,
karena dia mengira bahwa hal itu tidak boleh dia kerjakan.
Sebagai contohnya
ialah seperti orang yang rajin beribadah tetapi tidak mau menikah, tidak mau
memakan daging, buah-buahan, makanan yang lezat ataupun memakai pakaian yang
bagus. Karena kebodohannya maka ia mengira bahwa semua itu merupakan larangan
baginya sehingga ia harus meninggalkannya atau berpendapat bila ia
meninggalkannya hal itu akan membuat ibadahnya lebih afdhal. Dalam sebuah hadis
disebutkan:
عن أَنَسَ بْنَ
مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقُولُ جَاءَ
ثَلَاثَةُ رَهْطٍ إِلَى بُيُوتِ أَزْوَاجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَسْأَلُونَ عَنْ عِبَادَةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَلَمَّا أُخْبِرُوا كَأَنَّهُمْ تَقَالُّوهَا فَقَالُوا وَأَيْنَ
نَحْنُ مِنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ غُفِرَ لَهُ مَا
تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَا تَأَخَّرَ قَالَ أَحَدُهُمْ أَمَّا أَنَا فَإِنِّي
أُصَلِّي اللَّيْلَ أَبَدًا وَقَالَ آخَرُ أَنَا أَصُومُ الدَّهْرَ وَلَا أُفْطِرُ
وَقَالَ آخَرُ أَنَا أَعْتَزِلُ النِّسَاءَ فَلَا أَتَزَوَّجُ أَبَدًا فَجَاءَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَيْهِمْ فَقَالَ أَنْتُمْ
الَّذِينَ قُلْتُمْ كَذَا وَكَذَا أَمَا وَاللَّهِ إِنِّي لَأَخْشَاكُمْ لِلَّهِ
وَأَتْقَاكُمْ لَهُ لَكِنِّي أَصُومُ وَأُفْطِرُ وَأُصَلِّي وَأَرْقُدُ
وَأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي.رواه البخاري
“Dari Anas bin Malik radliallahu 'anhu berkata; Ada tiga orang
mendatangi rumah isteri-isteri Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan bertanya
tentang ibadah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Dan setelah diberitakan
kepada mereka, sepertinya mereka merasa hal itu masih sedikit bagi mereka.
Mereka berkata, "Ibadah kita tak ada apa-apanya dibanding Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam, bukankah beliau sudah diampuni dosa-dosanya yang
telah lalu dan juga yang akan datang?" Salah seorang dari mereka berkata,
"Sungguh, aku akan shalat malam selama-lamanya." Kemudian yang lain
berkata, "Kalau aku, maka sungguh aku akan berpuasa Dahr (setahun penuh)
dan aku tidak akan berbuka." Dan yang lain lagi berkata, "Aku akan
menjauhi wanita dan tidak akan menikah selama-lamanya." Kemudian datanglah
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam kepada mereka seraya bertanya:
"Kalian berkata begini dan begitu. Ada pun aku, demi Allah, adalah orang
yang paling takut kepada Allah di antara kalian, dan juga paling bertakwa. Aku
berpuasa dan juga berbuka, aku shalat dan juga tidur serta menikahi wanita.
Barangsiapa yang benci sunnahku, maka bukanlah dari golonganku." (HR. Al-Bukhari)
Tipe kedua, orang yang rajin beribadah dengan
mengerjakan sesuatu yang sebenarnya harus dia tinggalkan, karena dia mengira
hal itu merupakan haknya. Ia rajin beribadah tapi bid’ah. Ia melihat cara
ibadahnya itu benar karena banyak orang yang melakukannya. Bila kita menjadi
seperti kedua tipe ini maka kita akan kesulitan untuk mengintrospeksi diri.
3.
Tidak Puas terhadap Ketaatan yang Dilakukan
Ketaatan yang dilakukan seorang hamba tidak menjamin hal
itu menjadi amal yang diterima. kita tidak mengetaui jika kita beribadah apakah
amal tersebut memang benar-benar diterima oleh Allah swt ataukah tidak. Tugas
manusia hanyalah beribadah dan memurnikan segala bentuk peribadahan hanya
kepada Allah swt semata. Di dalam shahih muslim disebutkan bahwa:
يُحَدِّثُ ابْنَ عُمَرَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا أَيُّهَا النَّاسُ تُوبُوا إِلَى اللَّهِ فَإِنِّي
أَتُوبُ فِي الْيَوْمِ إِلَيْهِ مِائَةَ مَرَّةٍ
“Ibnu
Umar menceritakan, bahwasanya Rasulullah bersabda: 'Wahai manusia, bertaubatlah kepada Allah, karena aku bertaubat
seratus kali dalam sehari”.
(HR. Muslim).
Banyangkan saja, Rasulullah saw yang sudah dijamin
kebaikannya dan terjaga dari dosa saja masih beristighfar seratus kali dalam
sehari. Beliau tidak puas dengan dengan ketaatan yang beliau lakukan, beliau
ingin bersyukur dengan karunia yang diberikan Allah swt. Ibadah yang kita
lakukan tidak akan diterima Allah swt kecuali dengan dua syarat: Pertama,
memurnikan ketaatan kita kepada Allah swt semata dengan ikhlas menjalankan
ibadah hanya karena-Nya. Kedua, ittiba’ (mengikuti) tuntunan yang
dituntunkan oleh Rasulullah.
بَارَكَ
اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا
فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا
وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ
لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ. فَاسْتَغْفِرُوْهُ،
إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
Khutbah kedua:
إِنَّ
الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ
بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ
اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا
عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ
وَصَحْبِهِ .إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا
أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى
إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ
عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ
وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ
لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ
اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ. رَبَّنَا آتِنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً
وَهَيِّئْ لَنَا مِنْ أَمْرِنَا رَشَدًا. رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا
وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا.
رَبَّنَا لاَ تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِن
لَّدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنتَ الْوَهَّابُ. رَبَّنَا لاَ تُؤَاخِذْنَا إِنْ
نَّسِيْنَا أَوْ أَخْطَأْنَا، رَبَّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا
حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِيْنَ مِن قَبْلِنَا، رَبَّنَا وَلاَ تُحَمِّلْنَا مَالاَ
طَاقَةَ لَنَا بِهِ، وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنتَ مَوْلاَنَا
فَانصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ
لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، وَأَلِّفْ
بَيْنَ قُلُوْبِهِمْ وَأَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِهِمْ وَانْصُرْهُمْ عَلَى عَدُوِّكَ
وَعَدُوِّهِمْ، وَاهْدِهِمْ سُبُلَ السَّلاَمِ وَأَخْرِجْهُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ
إِلَى النُّوْرِ، وَبَارِكْ لَهُمْ فِيْ أَسْمَاعِهِمْ وَأَبْصَارِهِمْ
وَأَزْوَاجِهِمْ وَذُرِّيَاتِهِمْ مَا أَبْقَيْتَهُمْ، وَاجْعَلْهُمْ شَاكِرِيْنَ
لِنِعَمِكَ مُثْنِيْنَ بِهَا عَلَيْكَ قَابِلِيْنَ لَهَا، وَأَتْمِمْهاَ
عَلَيْهِمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ. رَبَّنَا آتِنَا فِي
الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. اقم الصلاة.
No Comment to " Muhasabah dalam Amal "