"Tokoh Yang Tak Ada Duanya". Masih
ingatkah anda sekalian akan Sa'id bin Amir?.
Yaitu seorang zahid dan abid yang selalu melindungkan dirinya kepada Allah,
yang telah diminta oleh Amirul Mu'minin Umar untuk menjadi gubernur dan kepala
daerah Syria?
Pada bahasan tokoh sebelumnya telah kita bicarakan dan kita
saksikan hal-hal mena'ajubkan mengenai keshalehan, ketinggian akhlak dan sifat
zuhudnya!. Nah, sekarang pada lembaran-lembaran
ini kita akan bertemu pula dengan saudara, bahkan saudara kembarnya, baik dalam
keshalehan, maupun dalam ketinggian akhlak dan sifat zuhud itu, begitupun dalam
kebesaran jiwa yang jarang tandingannya.
Ia adalah Umeir bin Sa'ad! Kaum Muslimin memberinya gelar
"Tokoh yang tak ada duanya". Cukup kiranya meyakinkan, bahwa gelar
ini diberikan secara bulat oleh para shahabat Rasul yang sama-sama mempunyai
kelebihan, pengertian dan cahaya kebenaran
Ayahnya Sa'ad al-Qari radhiallahu anhu ikut menyertai
Rasulullah dalam perang Badar dan peperangan-peperangan lain sesudahnya, serta
setia memegang janjinya, sampai ia kembali menemui Allah karena gugur sebagai
syahid di pertempuran Qadisiah melawan Persi. Dibawanya anaknya sewaktu datang
kepada Rasulullah hingga anak itu pun turut bai'at dan masuk Islam.
Semenjak Umeir
memeluk Islam, dan menjadi ahli ibadah yang tidak berpisah dari mihuab mesjid,
ia meninggalkan segala kemewahan dan pergi bernaung ke bawah sakinah atau
ketenangan. Sukarlah anda akan menemukannya di barisan pertama kecuali pada
jama'ah shalat, memang ia mempertahankan shaf yang pertama itu untuk mengejar
pahala barisan muka...dan di medan jihad, ia selalu bergegas mengejar barisan
terdepan, karena ia selalu mendambakan diri untuk mendapatkan syahid.
Selain dari
hal-hal seperti itu, maka ia tetap tekun memperbanyak amal kebaikan,
kepemurahan, keutamaan serta ketakwaan. Ia seorang yang cepat menyadari
kesalahan dan sering menangisi dosanya. Seorang yang tiada terpikat oleh harta
dunia dan selalu mencari jalan kembali kepada Tuhannya.
Seorang musafir yang merindukan pulang kepada Allah, dalam
setiap perjalanan dan di setiap pemukiman . Sungguh,
Allah telah menjadikan hati para shahabat lainnya kasih-sayang kepadanya,
hingga ia pun menjadi buah hati dan tumpuan kasih mereka. Semua itu karena
kekuatan imannya, kebersihan Jlwanya, ketenangan jalan hidupnya, keharuman
akhlaqnya, dan kecemerlangan penampilannya, menerbitkan kegembiraan dan
kenangan bagi setiap orang yang menggauli atau melihatnya. Dan tak, seorang
atau satu pun yang diutamakannya lebih dari Agamanya .
Pada suatu hari
didengarnya Jullas bin Suwaid bin Shamit, yang masih jadi kerabatnya, sedang
berbincang-bincang di rumahnya, katanya: "Seandainya laki-laki ini memang
benar, tentulah kita ini lebih jelek dari keledai-keledai ... !" yang
dimaksudkan dengan laki-laki di sini ialah Rasulullah shallallahu alaihi
wasalam Sedang Jullas sendiri termasuk di antara orang-orang yang memeluk
Islam karena terbawa-bawa keadaan.
Sewaktu Umeir bin Sa'ad mendengar kata-kata tersebut,
bangkitlah kemarahan dan kebingungan dalam hatinya yang biasa tenang dan
tenteram itu. Kemarahan disebabkan oleh seorang yang telah mengaku menganut
Islam berani merendahkan Rasul dengan kata-kata yang keji itu. Dan kebingungan karena fikirannya berjalan cepat tentang tanggung
jawabnya terhadap apa yang telah didengarnya dan tak dapat diterimanya. Akan
disampaikannyalah segala apa yang telah didengarnya kepada Rasulullah
shallallahu alaihi wasalam. Bagaimana caranya, padahal ia harus bersifat jujur
dalam mengemukakannya? Ataukah ia akan berdiam diri saja lalu memendam di dalam
dadanya semua yang didengarnya? Bagaimana ? Dan di mana letak kebenaran
penunaian dan cinta setianya kepada Rasul, yang telah membimbing mereka dari
kesesatan dan mengeluarkan mereka dari kegelapan?
Tetapi kebingungannya
tidaklah berjalan lama, karena jiwa yang tulus selalu menemukan jalan keluar
bagi penyelesaiannya. Dan dengan segera Umeir berubah menjadi seorang laki-laki
perkasa dan Mu'min yang taqwa, maka ia pun menghadapkan pembicaraan kepada
Jullas bin Suwaid, katanya: "Demi Allah, hai Jullas! Engkau adalah orang
yang paling kucintai, dan yang paling banyak berjasa kepadaku, dan yang paling
tidak kusukai akan ditimpa sesuatu yang tidak menyenangkan. Sungguh, engkau
telah melontarkan sesuatu ucapan, seandainya ucapan itu kusebarkan dan
sumbernya daripadamu, niscaya akan menyakitkan hatimu. Tetapi andainya
kubiarkan saja kata-kata itu, tentulah Agamaku akan binasa padahal haq Agama
itu lebih utama ditunaikan. Dari itu aku akan menyampaikan apa yang kudengar kepada
Rasulullah.
Demikianlah
Umeir telah memenuhi keinginan hatinya yang shaleh secara sempurna. Pertama
ia telah menunaikan haq majlis sesuai dengan amanat, dan dengan jiwanya yang
besar membebaskan diri dari berperan sebagai orang yang mendengar-dengarkan
kata orang lalu menyampaikannya kepada orang lain. Kedua itu telah
menunaikan haq Agamanya yaitu dengan menyingkapkan sifat kemunafikan yang
meragukan.
Dan ketiga ia
telah memberi kesempatan kepada Jullas untuk kembali dari kesalahan dan memohon
ampun kepada Aliah atas kekeliruannya, yakni sewaktu secara terus terang
dikatakannya kepadanya, bahwa persoalan ini akan disampaikannya kepada
Rasulullah shallallahu alaihi wasalam Seandainya ia sedia bertaubat dan
memohon ampun, maka hati Umeir akan lega karena tak perlu lagi meneruskannya
kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasalam.
Tetapi rupanya Jullas telah dipengaruhi betul-betul oleh rasa
sombong dengan dosanya itu, dan tidak ada perasaan menyesal sedikitpun atau
keinginan untuk bertaubat. Hingga terpaksalah Umeir meninggalkan mereka,
katanya: "Akan kusampaikan kepada Rasulullah sebelum Tuhan menurunkan
wahyu yang melibatkan diriku dengan dosamu!"
Rasulullah setelah mendapat laporan dari Umeir mengirimkan
orang mencari Jullas, tetapi setelah Jullas dihadapkan ia mengingkari katanya
itu, bahkan ia mengangkat sumpah palsu atas nama Allah ! Tetapi ayat al-Quran
telah datang memisahkan antara yang haq dengan yang bathil:
"Mereka (orang-orang munafik) bersumpah dengan nama
Allah, bahwa mereka tidah mengatahan sesuatu (yang menyakitkan hatimu).
Padahal mereha telah mengucapkan kata-kata kufur, dan mereka telah kafir
sesudah Islam, serta mereka mencita-citakan sesuatu yang
tak dapat mereka capai. Dan tak ada yang menimbulkan dendam
kemarahan mereka hanyalah lantaran Allah dan Rasul-Nya telah
menjadikan mereka berkecukupan disebabkan
karunia-Nya. Seandainya mereha bertaubat, maka itulah yang terlebih baik bagi
mereka, dan seandainya mereka berpaling, Allah akan menyiksa mereka dengan
siksaan yang pedih di dunia dan ahhirat. Mereka tidak akan mempunyai pembela maupun penolong di muka
bumi" (Q.S. At-Taubah:74)
Dengan turunnya ayat Quran ini, terpaksalah Jullas mengakui
pembicaraannya, dan meminta ampun atas kesalahannya, teristimewa di kala
diperhatikannya ayat yang mulia yang memutuskan menghinakannya, tetapi di saat
yang sama menjanjikan rahmat Allah seandainya ia bertaubat dan mencabut
kata-katanya: "Maka seandainya mereka bertaubat, itulah yang terlebih baik
untuk mereka.!"
Dan karenanya tindakan Umeir ini menjadi kebaikan dan berkat
kepada Jullas, hingga ia bertaubat dan setelah itu keislamannya menjadi baik.
Nabi memegang telinga Umeir dan berkata kepadanya sambil memuaskan hatinya
dengan pujian-pujian:
"Hai anak muda, sungguh nyaring telingamu dan Tuhanmu
membenarkan tindakanmu!" Aku sungguh beruntung sekali dapat menemukan
Umeir untuk pertama kali, semenjak aku menulis buku mengenai Umar bin Kbattbab
mulai empat tahun yang lain. Kisahnya bersama Amirul Mu'minin Umar
sungguh mempesonakanku, hingga rasanya tak ada lagi cerita lain yang lebih
mempesona dari itu . Nah, cerita inilah sekarang yang akan kupaparkan kepada
anda sekalian, agar anda ikut menyaksikan suatu kebesaran istimewa dalam
kecemerlangan yang mengagumkan.
Anda tahu bahwa Amirul Mu'minin Umar radhiallahu anhu
selalu berhati-hati memilih para gubernurnya, seolah-olah ia memilih
orang-orang yang sama mutunya dengan dirinya. Ia selalu memilihnya dari
orang-orang yang zuhud dan shaleh, dan orang-orang yang dipercaya dan jujur yang
tidak mengejar pangkat atau kedudukan bahkan tak hendak menerima jabatan
tersebut kecuali karena Amirul Mu'minin memaksanya untuk menjabatnya.
Sekalipun
pandangan tajam dan pengalamannya luas, namun dalam memilih gubernur-gubernur
dan pembantu-pembantu utamanya ini beliau selalu menimbangnya dalam waktu yang
panjang dan mengamatinya dengan teliti. Beliau selalu mengulang-ulang pesan atau fatwanya yang
mengesankan itu sebagai berikut:
"Aku menginginkan seorang laki-laki bila ia berada dalam
suatu kaum, padahal is adalah rakyat biasa, tetapi menonjol seolah-olah ia lah
pemimpinnya . Dan bila ia berada di antara mereka sebagai peinimpinnya, ia
menampakkan diri sebagai rakyat biasa. Aku menghendaki
seorang gubernur yang tidak membedakan dirinya dari manusia kebanyakan dalam
soal pakaian, makanan dan tempat tinggal. Ditegakkannya shalat di tengah-tengah
mereka...berbagi rata dengan mereka berdasarkan yang haq . dan tak pernah ia
menutup pintunya untuk menolak pengaduan Mereka!"
Maka berdasarkan norma-norma dan peraturan yang keras inilah,
ia di suatu hari memilih Umeir bin Sa'ad untuk menjadi gubernur di Hems. Umeir
berusaha menolak dan melepaskan diri dari jabatan tersebut tetapi sia-sia,
karena Amirul Mu'minin tetap mengharuskan dan memaksanya untuk menerimanya.
Umeir pun memohon kepada Allah petunjuk dengan shalat
istikharah, dan kemudian melaksanakan tugas kewajibannya. Dan setelah berjalan
setahun masa jabatannya di Hems itu, tak ada hasil pemungutan pajak Yang sampai
ke Madinah. Bahkan tak ada sepucuk surat pun yang datang kepada Amirul
Mu'minin daripadanya.
Amirul Mu'minin memanggil penulisnya, katanYa: "Tulislah
surat kepada Umeir agar ia datang pada kita!". Maka
di sinilah saya akan meminta keidzinan anda untuk melaporkan pertemuan di
antara Umar dan Umeir, sebagaimana tercantum dalam buku saya "Di hadapan
Umar", sebagai berikut:
"Di suatu hari jalan-jalan kota Madinah menyaksikan
seorang laki-laki dengan rambut kusut dan tubuh berdebu. Ia diliputi kelelahan
karena berjalan jauh. Langkah-langkahnya seakan-akan tercabut dari tanah
disebabkan Iamanya kepayahan dalam perjalanan, dan tenaganya yang sudah habis
terkuras. Di atas pundak kanannya terdapat buntil
kulit dan sebuah piring sedang di pundak kirinya kendi berisi air. Ia
bertelekan pada sebuah tongkat, yang tidak akan terasa berat bila dibawa oleh
orang yang kurus dan lemah menghampiri majlis Umar dengan langkah yang gontai,
lain ucapnya: "Assalamu'alaikum ya Amirul Mu'minin" Umar membalas
salamnya kemudian menanyainya. Hatinya sedih melihatnya dalam kedaan payah dan letih itu.
"Apa kabar hai Umeir?" Jawab Umeir: "Keadaanku sebagaimana yang
anda lihat sendiri .
Bukankah anda melihat aku berbadan sehat dan berdarah bersih,
dan dunia di tanganku yang dapat kukendalikan semauku ." Apa yang kamu
bawa itu? . Yang kubawa ialah buntil atau
bungkusan tempat membawa bekal piring tempat aku makan, kendi tempat air minum
dan wudlu, kemudian tongkat untuk bertelekan dan guna melawan musuh jika datang
menghadang. Demi Allah, dunia ini tak lain hanyalah pengikut bagi bekal
kehidupanku. Apakah anda datang dengan berjalan kaki? -- Benar! -- Apa tak ada
orang yang mau memberikan binatang kendaraannya untuk kamu tunggangi?
Mereka tidak
menawarkan dan aku tidak pula memintanya. Apa yang kamu lakukan mengenai tugas
yang kami berikan padamu? Aku telah mendatangi negeri yang anda titahkan itu. Orang-orang shaleh
di antara penduduknya telah kukumpulkan. Kuangkat mereka
mengurus pemungutan pajak dan kekayaan negara. Bila telah
terkumpul, kupergunakan kembali pada tempatnya yang wajar
untuk kepentingan merka. Dan kalau ada kelebihan, tentulah sudah kukirimkan ke
sini! – Kalau begitu kau tak membawa apa-apa untuk kami? Tidak!"
Maka berserulah
Umar dalam keadaan bangga dan berbahagia: "Tetapkan kembali jabatan
gubernur bagi Umeir !" yang dijawab oleh Umeir dengan mengelakkan diri
secara bersungguh-sungguh, katanya: "Masa yang demikian itu telah berlalu.
aku tak hendak menjadi pegawai anda lagi, atau pegawai pejabat setelah
anda!"
Cerita ini
bukanlah skenario yang kami atur sendiri, dan bukan pula cerita yang
dibuat-buat tetapi benar-benar peristiwa sejarah yang pada suatu masa pernah
disaksikan oleh bumi Madinah selaku ibu kota Islam yakni di saat-saat kejayaan
dan kebesarannya. Maka dari tipe golongan manakah tokoh-tokoh utama dan luar
biasa itu?
Selalulah Umar radhiallahu anhu mengangankan dan
mengatakan: "Aku ingin sekali mempunyai beberapa orang laki-laki yang
seperti Umeir akan jadi pembantuku untuk melayani Kaum Muslimin
Sebabnya, Umeir yangdilukiskan oleh para shahabatnya sebagai
"tokoh yang tak ada duanya" benar-benar telah meningkat naik dan
dapat mengatasi kelemahan dirinya selaku manusia berhadapan dengan harta benda
dunia dan kehidupan yang penuh dengan onak dan duri ini. Di waktu ia diharuskan melaksanakan pemerintahan dan pemimpin, maka
kedudukannya yang tinggi itu hanya semakin menambah sifat wara' dari
orang suci ini, dengan perkembangan, pertumbuhan
dan kecemerlangan.
Ketika ia menjabat sebagai gubernur di Hems itu ia telah
menggariskan tugas kewajiban seorang kepala pemerintahan Islam dalam kata-kata
yang selalu diutarakannya dalam menggembleng Kaum Muslimin dari atas mimbar.
Kata-kata itu demikian bunyinya: Ketahuilah, bahwa sesungguhnya Islam mempunyai
dinding teguh dan pintu yang kukuh Dinding Islam itu ialah keadilan sedang
pintunya ialah kebenaran.
Maka apabila dinding itu telah dirobohkan, dan pintunya
didobrak orang, Islam pun akan dapat dikalahkan. Islam akan senantiasa kuat
selama pemerintahannya kuat. Kekuatan pemerintah tidak terletak dalam angkatan
perang, atau keperkasaan angkatan kepolisian…Tetapi dalam realita pelaksana,
melaksanakan segala ketentuan dengan jujur dan benar disertai menegakkan
keadilan!"
Dan sekarang dalam kita melepas Umeir dan
menghormatinya dengan penuh kebesaran dan hati yang khusyu', marilah kita
menundukkan kepala dan kening kita: Bagi sebaik-baik guru, yaitu Nabi Muhammad
shallallahu alaihi wasalam. Bagi ikutan orang-orang taqwa, yakni
Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasalam. Bagi pembawa rahmat Allah yang
dilimpahkan kepada umat manusia sepanjang hayatnya
Semoga shalawat dan salam-Nya terlimpah kepadanya. Begitu pun
ucapan selamat dan berkah-Nya. Semoga terlimpah pula salam atas keluarganya yang suci. Begitupun
terlimpah atas para shahabatnva yang terpuji.
No Comment to " BIOGRAFI UMEIR BIN SA'AD ra "