News Ticker

Amir Bin Abdullah at-Tamimi

By Unknown - Rabu, 16 Oktober 2013 No Comments
"Kezuhudan berakhir pada delapan orang, garda terdepannya adalah 'Amir bin Abdullah at-Tamimi" ('AlQamah bin Murtsid)
Kita sekarang berada di tahun 14 H.
Itulah mereka, para pemandu dan arsitek umat dari kalangan pemuka sahabat dan pembesar tabi'in sedang membuat peta kota Bashrah atas perintah Khalifah kaum muslimin. 'Umar bin al-Khathab.
Mereka telah bertekad untuk menjadikan kota baru ini sebagai markas pasukan kaum muslimin yang berperang di negeri Persia, sebagai pusat dakwah kepada Allah 'Azza wa Jalla dan sebagai menara untuk meninggikan kalimat Allah di muka bumi.
Dan itulah sekelompok kaum muslimin sedang berdatangan menuju kota yang beliau ini dari berbagai penjuru jazirah arab; Najd, Hijaz,dan Yaman.
Mereka akan berada di perbatasan negeri kaum muslimin. Di antara rombongan Muhajirin dari Najd menuju kota ini terdapat seorang anak muda yang berasal dari Bani Tamim. Dia bernama 'Amir bin Abdullah at-Tamimi al-'Unbariy.
Ketika itu, 'Amir bin Abdullah masih di permulaan masa mudanya, berkulit halus, sedang matang-matangnya, bermuka ceria, berjiwa bersih dan bertakwa hatinya.
Sekalipun ketika itu, kota Bashrah masih belia, namun ia adalah negeri kaum muslimin yang paling kaya dan banyak harta, karena melimpahnya harga ghanimah perang ke sana dan tersimpannya emas murni.
Akan tetapi sang anak muda dari Bani Tamim, 'Amir bin Abdullah ini tidak terlalu tertarik dengan urusan itu semua. Dia adalah orang yang zuhud dan tidak mengharapkan apa yang dimiliki orang-orang, dan hanya sangat banyak berharap dengan apa yang ada di sisi Allah. Dia berpaling dari dunia dan perhiasannya seraya menyongsong Allah dan keridlaan-Nya.
Tokoh utama dan terkemuka di Bashrah pada waktu itu adalah seorang sahabat yang agung, Abu Musa al-Asy'ari, mudah-mudahan Allah meridlainya dan menyejukkan wajahnya di surga. Dia menjabat gubernur kota yang sedang berkembang ini. Dia juga merupakan komandan pasukan kaum muslimin yang bergerak dari sana menuju ke berbagai arah. Dia adalah imam penduduk Bashrah, guru dan penyuluh mereka menuju kepada Allah 'Azza wa Jalla.
'Amir bin Abdullah menyantri dengan Abu Musa al-Asy'ari, baik pada saat damai ataupun perang. Dia juga selalu menyertainya pada saat di rumah ataupun ketika bepergian.
Dia belajar Kitab Allah kepadanya sebagaimana ia diturunkan dalam keadaan segar bugar ke dalam hati Muhammad SAW. Dia juga meriwayatkan hadits Rasulullah darinya secara shahih dan bersambung. Di samping, belajar fiqih dengannya.
Tatkalal dia merasa telah cukup matang ilmunya, dia membagi kehidupannya menjadi tiga bagian:
Sebagian dia gunakan dalam halaqah dzikir dengan mengajar al-Qur'an di masjid Bashrah.
Sebagian digunakan untuk menyendiri dalam beribadah dengan memperbanyak berdiri menghadap Allah sehingga membuat kedua kakinya bengkak.
Dan sebagian lagi, digunakan di medan jihad dengan berperang di jalan Allah dan menghunus pedang.
Sepanjang hidupnya, dia tidak pernah meninggalkan sedikitpun dari tiga hal tersebut. Karena itu, dia dijuluki orang sebagai ahli ibadah Bashrah dan ahli zuhudnya.
Di antara khabar tentang 'Amir bin Abdullah ialah seperti yang diceritakan oleh salah seorang penduduk Bashrah yang bertutur,
"Suatu hari aku bepergian bersama rombongan yang di dalamnya ikut juga 'Amir bin Abdullah, dan ketika malam telah tiba, kami singgah di hutan.
Lalu 'Amir mengemasi barang-barangnya, mengikat kudanya di pohon, melonggarkan talinya, mengumpulkan rumput untuk makanannya dan meletakkanya di depannya, lalu dia masuk ke hutan dan menghilang dari pandangan. Maka aku berkata di dalam hati, 'Demi Allah aku akan ikuti dia dan aku akan melihat apa yang dia perbuat di dalam hutan pada malam seperti ini.
Dia terus berjalan hingga menemukan gundukan tanah yang dinaungi pohon dan tertutup dari pandangan mata. Dia lalu menghadap kiblat, dan berdiri tegak melakukan shalat. Aku belum pernah melihat shalat yang lebih bagus, lebih sempurna dan lebih khusyu' daripada shalatnya.
Setelah dia melakukan seberapa banyak shalat yang bisa dia kerjakan, mulailah dia berdo'a dan bermunajat kepada Allah. Di antara ucapannya adalah, 'Ya Tuhanku, Engkau telah menciptakanku dengan perintah-Mu dan Engkau jadikan aku dalam berbagai cobaan dunia ini dengan kehendak-Mu, kemudian Engkau berkata kepadaku, "Tahanlah nafsumu!' Bagaimana aku bisa menahannya, jika Engkau tidak menahanku dengan kelembutan-Mu, wahai Dzat Yang Maha kuat dan Maha Kokoh.? Ya Tuhanku, Sesungguhnya Engkau mengetahui, seandainya aku memiliki dunia ini dan seisinya, kemudian ia dimintai lagi dariku karena mengharapkan kerelaan-Mu, tentu aku berikan ia kepada orang yang memintanya. Maka berikanlah jiwaku kepadaku wahai Dzat Yang Maha Penyayang.
Ya Tuhanku, Sesungguhnya aku mencintai Engkau dengan kecintaan yang memudahkanku di dalam menghadapi segala musibah, dan membuatku ridla dengan segala keputusan. Aku tidak perduli karena cintaku kepada Engkau, akan jadi apa aku pada pagi hari, dan akan jadi apa aku pada sore harinya."
Orang Bashrah itu menambahkan lagi ceritanya, "Kemudian aku diserang rasa kantuk, lalu aku harus tidur. Kemudian aku terus tidur dan sampai bangun kembali, sedangkan Amir masih tegak di tempatnya melanjutkan shalat dan munajatnya hingga shubuh menyingsing.
Dan ketika fajar telah nampak, dia menjalankan shalat wajib, kemudian berdo'a, 'Ya Allah, Ini subuh telah datang, orang-orang mulai keluar dan pergi untuk mencari karunia dari-Mu. Sesungguhnya masing-masing dari mereka mempunyai kebutuhan. Dan sesungguhnya kebutuhan 'Amir di sisi-Mu adalah agar Engkau mengampuninya.
Ya Allah, penuhilah hajatku dan hajat mereka, wahai Dzat Yang Maha Dermawan.
Ya Allah, Sesungguhnya aku memohon kepada Engkau tiga hal; Engkau berikan dua kepadaku dan Engkau tahan yang satu.
Ya Allah berikanlah kepadaku, supaya aku dapat beribadah kepada Engkau sebagaimana yang aku sukai dan harapkan.
Kemudian dia berdiri dari tempat duduknya, lalu dia melihatku, maka dia mengetahui dimana tempatku pada malam itu ketika mengintipnya. Karenanya, dia merasa gelisah dan tidak karuan alang kepalang seraya berkata kepadaku dengan nada sedih, 'Aku melihatmu mengawasiku tadi malam, wahai saudaraku yang dari Bashrah, bukankah demikian? Lalu aku menjawab, 'Ya.'
Dia berkata, "Tutuplah apa yang telah kamu lihat dariku, mudah-mudahan Allah menutupi anda."
Lalu aku berkata, "Demi Allah, ada dua pilihan; engkau informasikan kepadaku tiga hal yang engkau mohonkan kepada Rabbmu atau aku akan beritakan kepada orang-orang apa yang aku lihat dari anda."
Maka dia berkata, Aduh, jangan anda lakukan itu.
Aku berkata, "Kalau begitu, akan seperti yang aku katakan tadi padamu."
Dan ketika dia mengetahui kengototanku, dia berkata, 'Aku akan memberitahumu, tetapi kamu harus berjanji atas nama Allah bahwa kamu tidak akan memberitahukan kepada siapapun.'
Maka aku berkata, "Baik aku berjanji, bahwa aku tidak akan memberitahukan rahasiamu kepada siapa pun selama engkau masih hidup."
Lalu dia berkata, "Tidak ada yang lebih aku takutkan pengaruhnya terhadap agamaku selain perempuan, maka aku memohon kepada Tuhanku supaya Dia mencabut dari hatiku kecintaan kepada perempuan, lalu Allah mengabulkan do'aku, sehingga jika aku pedul, apakah perempuan yang aku lihat atau dinding."
Maka aku berkata, "Ya, ini baru yang pertama. Lalu apa yang kedua?"
Dia berkata, "Yang ke dua, bahwasanya aku memohon kepada Tuhanku supaya aku tidak takut kepada siapa pun selain Dia, lalu Allah mengabulkan do'aku, sehingga, demi Allah, aku tidak merasa takut kepada sesuatupun di bumi dan di langit selain Allah."
Aku berkata, "Lantas apa yang ke tiga?"
Dia berkata, "Aku memohon kepada Allah supaya Dia menghilangkan tidur dariku, supaya aku dapat beribadah pada malam dan siang hari sekehendak hatiku namun Allah tidak mengabulkan permintaan yang ketigaku ini."
Ketika aku telah mendengarnya, aku berkata kepadanya, "Sayangilah dirimu, karena kamu mengisi malammu dengan shalat, dan siangmu dengan berpuasa. Dan sesungguhnya surga, akan dapat dicapai dengan sedikit dari apa yang kamu perbuat dan sesungguhnya neraka akan dapat dihindari dengan sedikit dari apa yang anda alami."
Lalu dia berkata, "Sesungguhnya aku sangat khawatir bila aku menyesal pada hari dimana penyesalan tidak berguna. Demi Allah, sungguh aku akan bersungguh-sungguh dalam beribadah selama aku mampu untuk mengupayakannya.
Jika aku selamat, maka itu adalah karena rahmat Allah. Dan jika aku masuk neraka, maka itu adalah karena keteledoranku."
Kiranya 'Amir bin Abdullah bukanlah bak seorang Rahib bila pada malam harinya saja, akan tetapi dia juga sebagai pendekar pada siang hari.
Buktinya, begitu panggilan jihad di jalan Allah dikumandangkan, maka dia adalah orang terdepan yang menyambut panggilan itu.
Jika dia bergerak di dalam suatu peperangan bersama para mujahidin, dia memirasati orang-orang guna dapat memilih teman yang cocok untuknya. Jika dia telah menemukan teman-teman yang cocok, dia berkata kepada mereka,
"Wahai orang-orang, sesungguhnya aku ingin menemani anda semua, dengan syarat kalian semua memberikan tiga hal kepadaku."
Mereka berkata, "Apa tiga hal tersebut?"
Lalu dia berkata, "Pertama, hendaklah aku menjadi pelayan kalian semua, dan tidak seorang pun dari kalian yang boleh mengambil alih pelayananku. Kedua, Hendaklah aku menjadi juru adzan untuk kalian semua sehingga tidak ada yang seorang pun dari anda yang boleh mengambil alih adzanku untuk shalat. Ketiga, aku akan membayar biaya kalian semua sesuai kemampuanku."
Jika mereka setuju, maka dia bergabung bersama mereka. Dan jika salah seorang dari mereka ada yang mengambil alih, dia beralih kepada kelompok lain.
Sungguh, 'Amir adalah termasuk mujahid yang banyak berbuat pada saat-saat genting dan dibutuhkan dan menghindar ketika mendapatkan harta rampasan.
Dia berani memasuki peperangan tanpa ada rasa takut sama sekali padahal tidak sedikit orang yang berani seperti itu. Akan tetapi dia sangat menjaga dirinya pada saat ghanimah dibagi padahal tidak sedikit orang yang menjaga dirinya seperti itu.
Ini Sa'ad bin Abi Waqqash [salah satu dari sepuluh orang yang dijamin masuk surga dari kalangan sahabat, dan dia juga panglima perang di dalam perang Al-Qadisiyah] setelah perang al-Qadisiyyah [suatu daerah di Irak, di sana terjadi perang Al-Qadisiyah yang dimenangkan kaum muslimin atas Persia, dengan kemenangan yang gemilang] turun ke istana Kisra. Dia menyuruh 'Amr bin Muqarrin supaya mengumpulkan ghanimah dan menghitungnya, untuk kemudian seperlimanya dikirimkan kepada Baitul Mal kaum muslimin, sedangkan selebihnya dibagikan kepada para mujahid.
Akhirnya terkumpullah di hadapannya harta, perhiasan dan permata yang jumlahnya tidak bisa terhitung banyaknya.
Di sini ada keranjang besar yang distempel dengan amunisi namun penuh dengan bejana emas dan perak yang merupakan perabotan makan raja-raja Persia.
Sementara di sana berserak peti-peti yang terbuat dari kayu yang paling indah, di dalamnya pakaian perhiasan dan baju besi Kisra yang berukir intan dan mutiara.
Ada kotak rias yang penuh dengan perhiasan yang paling indah dan mewah.
Ada sarung-sarung pedang yang di dalamnya pedang-pedang yang merupakan warisan raja-raja Persia secara turun temurun dan juga pedang-pedang para raja dan panglima yang dibanggakan oleh Persia sepanjang sejarah.
Pada saat para petugas menghitung ghanimah-ghanimah ini dengan disaksikan dan didengar kaum muslimin, tiba-tiba ada seorang yang kumal dan lusuh datang menghadap mereka dengan membawa wadah perhiasan yang besar dan berat, dia mengangkatnya dengan kedua tangannya. Lalu mereka mencermatinya, ternyata, benda itu adalah kotak yang mereka belum pernah mata mereka melihatnya sama sekali, dan dari sekian banyak yang telah mereka kumpulkan, belum mereka temukan yang sebanding apalagi menyamainya.
Lalu mereka melihat isinya, ternyata kotak itu penuh dengan intan dan mutiara yang indah. Maka merekapun berkata kepada orang itu,
"Dari mana kamu dapatkan kotak berharga ini?"
Orang itu menjawab, "Aku dapatkan di dalam peperangan ini, di tempat anu."
Lalu mereka berkata, "Apakah kamu telah mengambil sesuatu darinya?"
Maka orang itu menjawab, "Mudah-mudahan Allah memberi petunjuk kepada kalian. Demi Allah, sesungguhnya wadah perhiasan ini dan seluruh apa yang dimiliki raja-raja Persia bagiku tidak sebanding dengan sepotong kuku-pun. Dan seandainya bukan karena hak Baitul Mal kaum muslimin, aku tidak akan mengangkutnya dari negeri asalnya dan aku tidak akan membawanya kepada kalian."
Lantas mereka bertanya, "Sebenarnya, siapa anda ini, mudah-mudahan Allah memuliakan anda?!"
Maka orang itu menjawab, "Demi Allah, aku tidak akan memberitahu kalian, nanti kalian memujiku, dan aku tidak akan memberitahu kepada selain kalian, nanti mereka menyanjungku. Akan tetapi aku memuji Allah Ta'ala dan hanya mengharapkan pahala-Nya."
Kemudian orang itu meninggalkan mereka dan pergi.
Lalu mereka menyuruh salah seorang dari mereka supaya membuntutinya dan menyampaikan informasi tentangnya. Orang itu terus berjalan di belakangnya - sedangkan dia tidak menyadarinya- hingga dia menjumpai para sahabatnya, dan ketika dia bertanya kepada mereka tentangnya, mereka berkata, "Apakah anda tidak mengenalnya?. Dialah ahli zuhud kota Bashrah ini, 'Amir bin Abdullah at-Tamimi."
Akan tetapi, sekalipun sebagaimana yang telah anda ketahui darinya, kehidupan 'Amir bin Abdullah tidak luput dari hal-hal yang tidak mengenakkan dan keusilan dari orang-orang lain. Dia mengalami apa yang selalu dialami orang-orang yang berani berkata benar, memungkiri perbuatan kemungkaran dan berupaya menghilangkannya.
Dan sebab langsung yang menyebabkannya mengalami gangguan tersebut adalah bahwa dia melihat seorang laki-laki dari kesatuan kepolisian Bashrah telah memegang leher seorang kafir dzimmi dan menyeretnya.
Sedangkan kafir dzimmi itu meminta tolong kepada orang-orang, "Tolonglah aku, mudah-mudahan Allah menolong kalian! Tolonglah orang yang telah terikat dengan perjanjian damai Nabi Kalian, wahai kaum muslimin.!"
Maka 'Amir bin Abdullah menghampirinya, dan berkata kepadanya, "Apakah kamu telah membayar upeti anda?"
Orang itu menjawab, "Ya, aku telah memenuhi kewajibanku." Lalu Amir mengarahkan pandangannya kepada orang yang memegangnya tersebut dan berkata, "Apa yang kamu inginkan darinya?"
Orang itu menjawab, "Aku ingin supaya dia pergi bersamaku untuk membersihkan kebun pak polisi."
Maka 'Amir berkata kepada orang kafir dzimmi itu, "Apakah kamu mau melakukan pekerjaan ini?"
Orang kafir dzimmi itu menjawab, "Tidak, karena pekerjaan itu akan menguras tenagaku dan menyibukkan aku dari mencari nafkah untuk keluargaku."
Lalu Amir menoleh ke arah orang itu dan berkata, "Lepaskan dia.!"
Orang itu menjawab, "Aku tidak akan melepaskannya."
Karena kengototan orang itu, 'Amir meletakkan kainnya kepada orang kafir dzimmi dan berkata, "Demi Allah, perjanjian Muhammad tidak akan dilanggar selama aku masih hidup."
Kemudian orang-orang berkumpul dan menolong 'Amir atas orang itu, dan mereka melepaskan orang kafir dzimmi dengan paksa. Maka akhirnya pembantu-pembantu polisi itu menuduh 'Amir tidak ta'at (Loyal) dan keluar dari Ahlus sunnah Wal jama'ah. Mereka juga mengatakan, "Sesungguhnya dia adalah seorang yang tidak mau menikah, tidak makan daging binatang dan susunya serta sombong tidak mau mendatangi majlis para penguasa. Mereka melaporkan urusannya kepada Amirul mu'minin, 'Utsman bin 'Affan RA".
Khalifah menyuruh gubernurnya yang ada di Bashrah supaya memanggil 'Amir bin Abdullah agar hadir ke majlisnya, menanyainya perihal kebenaran berita yang dinisbatkan kepadanya dan supaya gubernur melaporkan beritanya kepadanya.
Lalu gubernur Bashrah memanggil 'Amir seraya berkata kepadanya, "Sesungguhnya Amirul mu'minin -mudah-mudahan Allah memanjangkan umurnya- menyuruhku supaya menanyai kamu tentang kebenaran berita yang dinisbatkan kepadamu." Maka 'Amir menjawab, "Tanyakanlah apa yang diperintahkan Amirul mu'minin."
Lalu gubernur itu berkata, "Mengapa kamu memilih meninggalkan sunnah Rasulullah SAW dan tidak mau menikah?"
'Amir menjawab, "Saya tidak menikah bukan karena benci sunnah Rasulullah SAW. Saya bersaksi bahwa tidak ada metode rahib (Kepastoran yang tidak menikah) di dalam Islam. Akan tetapi saya adalah manusia yang melihat dirinya hanya memiliki satu jiwa, yang telah diabdikannya kepada Allah 'Azza wa Jalla, dan khawatir kalau ia dikalahkan oleh seorang istri."
Gubernur berkata, "Mengapa kamu tidak memakan daging?." Amir menjawab, "Aku memakannya jika sedang berselera dan mendapatkannya. Adapun jika aku tidak selera atau aku selera namun tidak mendapatkannya, maka aku tidak memakannya."
Gubernur berkata, "Mengapa kamu tidak memakan keju.?"
'Amir menjawab, "Sesungguhnya aku adalah orang yang tinggal di lokasi dimana banyak orang-orang majusi membuat keju. Sedangkan mereka itu adalah kaum yang tidak membeda-bedakan antara bangkai dan sembelihan. Dan sesungguhnya saya khawatir kalau bahan untuk adonan keju itu berasal dari kambing yang tidak disembelih. Adapun jika ada dua orang saksi dari kaum muslimin menyaksikan bahwa adonan itu dibuat dari kambing yang disembelih, maka aku memakannya."
Gubernur itu berkata, "Mengapa kamu tidak mau datang kepada para pejabat dan menghadiri majlis mereka."
Maka 'Amir berkata, "Sesungguhnya di pintu-pintu kalian itu banyak orang-orang yang mengharapkan santunan, maka undanglah mereka dan penuhilah kebutuhan mereka di sisi anda dan biarkanlah orang yang tidak mengharapkan santunan dari anda."
Perkataan 'Amir bin Abdullah dilaporkan kepada Amirul mu'minin, 'Utsman bin 'Affan. Dia tidak mendapatkan adanya bentuk ketidakloyalannya ataupun indikasi dia keluar dari Ahlus sunnah Wal jamaah. Namun hal itu semua belum juga dapat memadamkan api keburukan. Masih saja banyak isu-isu miring seputar 'Amir bin Abdullah sehingga hampir saja terjadi fitnah antara pendukung-pendukungnya dan para musuh-musuh yang tidak menyukainya.
Maka 'Utsman RA akhirnya memerintahkan agar supaya dia dipindahkan ke negeri Syam, dan menjadikannya sebagai tempat tinggalnya. Dan beliau berwasiat kepada gubernur Syam, Muawiyah bin Abi Sufyan supaya menyambutnya dengan baik dan tetap menjaga kehormatannya.
Pada hari dimana 'Amir bin Abdullah akan meninggalkan Bashrah, keluarlah orang banyak, dari saudara-saudaranya dan murid-muridnya untuk melepasnya. Dan mereka menggiringnya hingga sampai ke Al-Mirbad (suatu tempat di luar Bashrah). Dan di sana 'Amir berkata kepada mereka,
"Aku akan berdo'a, maka aminkanlah do'aku."
Maka orang-orang konsentrasi kepadanya, hening, dan mata mereka tertuju kepadanya. Lalu dia mengangkat kedua tangannya dan berdoa,
"Ya Allah, siapa saja yang mencaciku, memfitnahku sehingga aku keluar dari negeriku dan memisahkan antaraku dan sahabat-sahabatku. Ya Allah,
Sesungguhnya aku telah mema'afkannya, maka ma'afkanlah dia. Dan berilah dia kesehatan di dalam agama dan dunianya. Dan liputilah saya, dia dan kaum muslimin lainnya dengan rahmat-Mu, ampunan-Mu dan kebaikan-Mu, wahai Dzat Yang Maha Pengasih."
Kemudian dia mengarahkan kendaraannya menuju negeri Syam dan terus berjalan.
'Amir bin Abdullah menghabiskan sisa umurnya di negri Syam dan memilih Baitul Maqdis sebagai tempat tinggalnya.
Dan memperoleh perlakukan baik, kehormatan dan santunan yang layak baginya dari gubernurnya Muawiyah bin Abi Sufyan.
Ketika dia sakit yang karenanya dia meninggal, sahabat-sahabatnya datang menjenguk dan mendapatinya sedang menangis. Maka mereka berkata, "Apa yang membuatmu menangis, kamu adalah orang yang berlaku begini dan begitu (menghitung-hitung amal baiknya-red.,).?"
Dia menjawab, "Demi Allah aku menangis bukan karena memikirkan dunia atau takut mati. Akan tetapi, aku menangis karena jauhnya perjalanan dan sedikitnya bekal, dan aku telah berjalan di antara jalan naik dan turun; menuju ke surga atau aku ke neraka. Dan aku tidak tahu, ke mana akhirnya aku berada."
Kemudian dia menghembuskan nafas terakhirnya, sedangkan lisannya basah dengan dzikir kepada Allah.
Yah, di sana, di kiblat pertama dari dua kiblat, di masjid haram ke-tiga, tempat isra' Rasulullah SAW, 'Amir bin Abdullah at-Tamimi bertempat tinggal.
Mudah-mudahan Allah menyinari kuburan 'Amir bin Abdullah. Dan menyejukkan wajahnya di surga nan abadi.

CATATAN:
Sebagai bahan tambahan biografi 'Amir bin Abdullah, silahkan merujuk:
1. Ath-Thabaqat al-Kubra oleh Ibnu Sa'd, Jld.VII, h.103-112.
2. Shifat ash-Shafwah oleh Ibnu Al-Jauzi, Jld.III, h.201-211.
3. Hilyatu al-AuliyĆ¢` oleh al-Ashfahani, h. 87-95.
4. Tarikh ath-Thabari oleh Muhammad bin Jarir ath-Thabari, Jld. IV, h.19, 85, 302, 327, 333.
5. al-Bayan wa at-Tabyin oleh al-Jahizh, Jld.I, h.83, 231-237, 359, 363; II, h.196; III, h.143 dan 158, 160, 169, 170, 193; Jld.IV, h.299.
6. al-'Iqdu al-Farid oleh Ibnu Abdi Rabbih, Jld.III, h.86, 105, 107, 264, 327; V, h.33.
7. Al-Ma'arif oleh Ibnu Qutaibah, h.438.
8. Tahdzib At-Tahdzib oleh Ibnu Hajar, Jld.V, h.77.
9. Raghbatu al-Amil fi syarah al-Kamil oleh Al-Murshifi, Jld.II, h.37.
10. Karamatu Al-Auliya, Jld.II, h.51.



No Comment to " Amir Bin Abdullah at-Tamimi "