Begitulah kira-kira ucapan
yang pas buat salah seorang warga masyarakat yang tidak mau antri BBM
bersubsidi di sebuah SPBU disalah satu kota. Pasalnya si bapak itu asal nyusup
aja di barisan panjang para pengantri BBM yang sudah mengular panjang sampai
jalanan. Satu hal yang sangat–sangat disayangkan adalah mengapa ada juga warga
masyarakat yang setega itu sama masyarakat yang lain?? Ada beberapa hal yang
mau saya bahas pada tulisan ini. Pertama, menurut berita di siaran TV BBM
bersubsidi nanti malam akan di naikkan secara sah. Oleh karena itu tidak hanya
di kota saya saja yang antrian BBM-nya bejubel mengular tangga tidak karuan
panjangnya. Begini, saya tidak akan mengulas masalah pemerintah yang tega
sekali menaikkan harga BBM. Saya yakin pemerintah punya alasan tersendiri
mengapa menaikkan harga BBM. Tapi yang tidak habis saya pikir, apakah tidak ada
cara lain selain harus menaikkan harga BBM?? Bukannya saya menolak, tapi saya
lebih cenderung tidak menerima saja (sama aja, haha J). Satu hal yang membuat saya menggigit
jari ialah jauh-jauh sebelum hari H kenaikan harga BBM secara sah, harga
kebutuhan pokok bahkan telah mulai meroket naik. Apalagi kali ini dibarengi
dengan mau dekatnya bulan Ramadhan. Dipastikan hal itu harga barang-barang
pokok sungguh-sungguh sangat akan meroket naik dan tidak mungkin turun.
Oke,
kita kembali ke bahasan awal kita. Tentang masalah ngantri di SPBU. Ketika saya
kehabisan bensin, sebelum kenaikan BBM secara sah, saya pergi ke SPBU untuk
membeli bensin (karena kehabisan bensin). Realitas dilapangan ternyata banyak
SPBU yang penuh dengan antrian yang panjang-panjang. Eh, ternyata banyak masyarakat
yang berfikiran sama. Yah, sama-sama berfikiran “sebelum harga BBM naik, maka
saya harus memenuhi tangki bahan bakar saya”. Kira-kira mungkin seperti itulah
bunyinya. Hebat sekali. Banyak masyarakat yang secara serempak fikirannya pas
sama, “harus menuhin tangki motor”. Saya berfikir sejenak, sendainya fikiran
serempak itu di satukan, diserempakkan, di planningkan pada waktu yang sama dan
pada situasi yang tepat pasti akan lebih bermanfaat buat bangsa kita ini. Misalnya
saja secara serempak menghabisi koruptor, serempak kerja bakti warga, serempak
iuran pajak, serempak menegakkan keadilan
dan hal-hal positif lainnya maka akan jayalah negeri ini.
Kemudian tentang jam karet.
Apa hubungannya?. Sebenarnya tidak ada hubungannya secara sama persis. Saya
hanya akan menganologikan hal tersebut dengan sikap serentak orang-orang yang
berfikiran sama ketika mengantri di SPBU. Begini, hal yang cukup mengejutkan
saya adalah tentang tradisi jam karet di indonesia. Apakah itu merupakan hal
yang wajar ataukah memang sudah menjadi kebiasaan bahkan tabiat buat bangsa
kita ??. Agak susah kalau saya harus menentukan pilihan yang mana, tidak pantas
pula saya langsung menstempel itu sudah menjadi
sebuah tradisi di sekitar kita. Tapi saya pun tidak bisa pula mencap itu
hanya sebuah permasalahan kecil atau hal yang wajar saja.
Apalagi (maaf) saya sering
mendengar teman-teman atau sekitar saya pada bilang ‘itu sudah biasa kook’.
Saya jadi berfikir secara semantik kebahasaan, kata ‘biasa’ dan kata
‘kebiasaan’ itu berakar kata sama. Mungkinkah suatu hal yang berakar sama
menumbuhkan persepsi yang berbeda ataukah sama saja. Kalau pertanyaannya
mungkinkah, bisa saja mungkin karena kebanyakan hal didunia modern ini sangat
mungkin. Tapi ah, saya tidak tau itu. Silahkan para pembaca menganalisanya
sendiri. Tergantung persepsi dan sudud pandang teman-teman masing-masing.. J . Jika sebuah acara kecil acara
berlangsung jam 08.00 wib sedangkan satu kepala berfikiran akan datang jam
09.00 wib itu masih dihukumi wajar dan sepele. Tapi yang menjadi masalah ialah
ketika dua, tiga, empat kepala atau bahkan sebagian besar kepala berfikiran hal
yang sama, maka apa jadinya acara tersebut.
Terkadang, satu hal kecil
bukan menjadi masalah buat kita , tapi tidakkah kita berfikir jika hal-hal
kecil tersebut menumpuk menjadi banyak apa yang akan terjadi nanti. Sebuah
titik titik hujan itu bagus bahkan bermanfaat sekali bagi kita. Akan tetapi
jika titik titik hujan itu besar dan lama turunnya maka tak heran ada
kecelakaan alam berupa banjir bandang. Begitu juga dengan titik-titik bolpoin
warna hitam yang kita coret di kertas, tidakkah kita berfikir jika kita berikan
titik-titik tersebut di semua kertas tersebut pasti akan menutupi kertas
tersebut ??
20: 13 / 21-06-13
-
Prevoius
-
NextYou are viewing Last Post
Bagus nih tulisannya.. ^_^
BalasHapusBahasanya enak dibaca..
Saya setuju sekali mas!! Seandainya ada pemimpin di negeri ini yang bisa membuat seluruh rakyatnya untuk serempak memerangi korupsi, serempak membangun negeri, serempak menegakkan kejujuran.. Waaah,, gak kebayang deh!! Tapi apa mungkin yaa??